Abstract :
Pernikahan siri di Indonesia semakin marak terjadi, karena
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ketentuan hukum positif dan hukum agama. Memang model Pernikahan sirih menurut hukum Islam sudah dianggap sah, namun tidaklah demikian apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tetang Perkawinan. Rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana Status hukum Pernikahan Siri ditinjau dari Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?, 2) Bagaimana Akibat hukum Pernikahan Siri ditinjau dari Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan?. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji,
kemudian ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan tidak adanya alat bukti perkawinan berupa pencatatan dar pejanat negara dapat dikatakan bahwa status perkawinan siri menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan tidaklah diakui oleh negara, karena pencatatan atau akta
perkawinan adalah merupakan bukti telah terjadinya/berlangsungnya
perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Selain itu
ketiadaan bukti inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan
siri tidak memiliki legalitas di hadapan negara. Jadi, perkawinan siri memang
sah secara agama. Tetapi, tidak memiliki kekuatan hukum dan karenanya
dianggap tidak pernah ada dalam catatan negara.