Abstract :
Globalisasi dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya teknologi informasi dan komunikasi, telah memberikan andil
terhadap meningkatnya perbuatan, penyediaan, penyebarluasan, dan
penggunaan jasa prostitusi. Tindak pidana prostitusi telah diatur dalam delik
kesusilaan pada pasal 296 dan 506 KUHP, dan bila dilakukan melalui media
elektronik dapat dijerat pasal 27 ayat 1 UU ITE. Sebagaimana kasus dalam
Putusan Nomor: 115/PID.SUS/2017/PT.PBR. Dalam kasus ini terdakwanya
terdiri dari sekelompok orang (Terdakwa 1-7). Para terdakwa diduga
menyediakan tempat dan pekerja seks komersil dengan kedok panti pijat
dan juga mencarikan pelanggan menggunakan media elektronik. Rumusan
Masalah pada skripsi ini adalah: 1. Bagaimana penerapan hukum terhadap
pelaku tindak pidana prostitusi online di Indonesia berdasarkan Pasal 27
ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE? 2. Bagaimana
pertimbangan hukum Hakim dalam menyelesaikan perkara pelaku tindak
pidana prostitusi online dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE? Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian adalah metode kepustakaan, yang bersifat yuridis
normatif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah; pertama bahwa penerapan
hukum terhadap tindak pidana prostitusi online dalam Putusan No.
115/PID.SUS/2017/PT.PBR mengabulkan dakwaan Kedua Primair Jaksa
Penuntut Umum pasal 296 KUHP jo Pasal 55 (1) KUHP yang mana semua
unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal tersebut telah terpenuhi. Kedua
bahwa Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana
dalam Putusan No. 115/PID.SUS/2017/PT.PBR telah sesuai tuntutan jaksa.
Di sisi lain Pasal 27 ayat 1 Undang Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) belum dapat digunakan untuk
menjerat penyedia jasa layanan prostitusi online sementara
penanggulangannya bergantung pada prostitusi konvensional yaitu Delik
Kesusilaan KUHP