Abstract :
Mental anak yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah
terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya. Tidak
sedikit tindakan seorang anak akhirnya menyeret mereka berurusan
dengan aparat penegak hukum, sehingga jadilah sedorang anak
berkonflik dengan hukum. Keadaan anak yang berkonflik dengan hukum
seperti anak sebagai pelaku tindak pidana, diperlakukan perangkat hukum
untuk mencegah keadaan yang lebih parah dengan memberikan
perlindungan hukum kepada anak dengan mengutamakan kepentingan
yang terbaik untuk anak. Dalam penelitian skripsi ini penulis memberikan
contoh kasus tentang anak yang berhadapan dengan hukum karena
melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan
secara bersama-sama yang kasusnya telah diputus oleh Pengadilan
Tinggi Medan dengan putusannya Nomor : 6/PID.SUS?ANAK/2017/PT.MDN. Rumusan masalah yang dibahas penulis adalah : 1)
Bagaimana pengaturan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana pencurian dengan kekerasan ? dan 2) Bagaimana penerapan
diversi dalam menjatuhkan putusan terhadap anak sebagai pelaku tindak
pencurian dengan kekerasan pada Putusan Pengadilan Tinggi Medan
Nomor : 6/PID.SUS-ANAK/2017/PT.MDN ?. Adapun metode penelitian
yang digunakan penulis adalah metode yuridis normatif, yaitu suatu
penelitian yang meletakkan hukum sebagai suatu norma. Sistem norma
yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, kaidah dari peraturan
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).
Akhirnya berdasarkan hasil penelitian, penulis simpulkan bahwa
Penerapan diversi dalam menjatuhkan putusan terhadap anak sebagai
pelaku tindak pencurian dengan kekerasan mengacu kepada Undang?Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Pidana Anak dan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
khususnya yang mengatur tentang pemberlakukan diversi terhada apan
yang berhadapan dengan hukum. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi
Medan Nomor : 6/PID.SUS-ANAK/2017/PT.MDN, ternyata hakim dalam
putusannya perpedoman kepada Undang-Undang di atas sehingga hakim
memutuskan, walaupun anak (terdakwa) dipidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan, tidak perludijalani oleh Anak, kecuali jika Anak telah
melakukan perdamaian dalam bentuk tertulis dengan Anak Korban atau
dengan keluarga Anak Korban