Institusion
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Author
IZUL MUTHOK ALJUFRI, NIM. 07350038
Subject
Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah
Datestamp
2016-04-13 06:20:11
Abstract :
Suami isteri sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban isteri adalah hak bagi suami dan hak isteri adalah kewajiban bagi suami. Meskipun
demikian, suami mempunyai hak dan kedudukan setingkat lebih tinggi dari isteri,
yaitu sebagai kepala rumah tangga. Zaman dahulu, seorang isteri hanya memiliki
peran di rumah, seperti memasak, mengasuh anak, dll., sedangkan peran suami
adalah bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga. Namun, pada peran keduanya
sudah berbeda seiring dengan perkembangan zaman. Peran isteri tidak hanya
sebatas di lingkungan rumah, isteri zaman sekarang bisa menjadi wanita karir.
Pola pikir masyarakat dalam hal ini masyarakat Blitar mengalami
kemajuan akibat akulturasi budaya modern, sehingga isteri bebas melakukan
perbuatan yang dianggap baik bagi dirinya dan keluarganya seperti isteri menjadi
wanita karir atas izin suaminya agar isteri menopang kebutuhan dalam rumah
tangganya, sehingga dapat membantu meringankan beban suami. Akan tetapi, hal
itu dijadikan sebagai suatu alasan bagi isteri untuk memicu perselisihan terhadap
suaminya, karena penghasilan isteri lebih tinggi daripada suami. Perbedaan
penghasilan memicu perkara perceraian di Pengadilan Agama Blitar. Mengapa
perbedaan penghasilan dijadikan alasan perceraian di Pengadilan Agama Blitar,
lalu bagaimanakah ketentuan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam
memutuskan perkara perceraian karena beda penghasilan di Pengadilan Agama
Blitar. Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunakan jenis penelitian
pustaka (library research), sifat penelitian deskriptik-analitik dan pengumpulan
datanya menggunakan metode dokumentasi, yaitu dengan melihat putusanputusan
terhadap perkara perceraian karena beda penghasilan dan didukung
dengan metode wawancara sebagai data sekunder. Pendekatan dalam skripsi ini
menggunakan metode deduktif.
Dari analisis yang telah penyusun lakukan, maka diperoleh hasil bahwa
perbedaan penghasilan bukan sebagai alasan yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai alasan perceraian, maka majelis hakim yang
menangani perkara tersebut menyimpulkan alasan pokok perceraian adalah karena
adanya percekcokan, perselisihan, dan pertengkaran yang terus menerus di antara
suami isteri dan sulit untuk dirukunkan kembali. Padahal percekcokan adalah
dampak dari permasalahan perbedaan penghasilan yang terjadi di antara suami
isteri. Selain percekcokan, Majelis hakim juga mengemukakan alasan tambahan
seperti melanggar taklik talak, yakni meninggalkan isteri atau tidak memberi
nafkah. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap ketiga perkara di atas
berkutat pada dasar hukum yang antara lain yaitu; Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 19 Huruf (b) Peraturan Pemerintah R.I Nomor 9
Tahun 1975, Pasal 19 Huruf (f) Peraturan Pemerintah R.I Nomor 9 Tahun 1975,
Pasal 116 Huruf (b dan g) Kompilasi Hukum Islam, Pasal 116 Huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam. Kemudian dikuatkan pula dengan dalil-dalil firman
Allah dalam al-Qur’an surat ar-Ru�m ayat 21, firman Allah dalam al-Qur’an
surat al-Isra�’ ayat 34, kaidah fiqhiyyah yang menjelaskan bahwa kemadaratan
harus dihilangkan.