Institusion
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Author
DONA KAHFI MA IBALLA, NIM. 10530015
Subject
Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Datestamp
2015-05-07 07:36:12
Abstract :
Semiotika digunakan sebagai salah satu metode kritik sastra tak terkecuali
semiotika Roland Barthes. Barthes pernah mengaplikasikan semiotiknya untuk
teks sastra bahkan teks keagamaan. Akan tetapi, ia terhenti pada tahapan analisis
struktural teks dengan mengidentifikasi kode-kode yang dikandung teks. Metode
ini pernah diaplikasikannya pada novel Sarrasine dan Kitab Kejadian 32: 22-33.
Walaupun demikian, semiotika Roland Barthes terutama tatanan keduanya sangat
relevan untuk dijadikan alat analisis teks sastra sebagai penyempurna metode
struktural murni. Kode-kode yang terdapat dalam teks diberi pemaknaan lebih
jauh sesuai intrpretasi pembaca untuk diungkap signifikansinya atau nilai-nilai
ideologis yang dikandungnya. Nilai-nilai ideologis tersebut kemudian akan
menjadi pesan yang berlaku universal.
Kisah Ashabal-Kahf dalam QS. al-Kahf merupakan kisah yang perlu dikaji
karena kisah ini memiliki kode-kode yang perlu dipecahkan. Kode-kode tersebut
tidak cukup dianalisis hanya berhenti pada tatanan bahasa. Kode-kode tersebut
akan lebih terlihat pesannya jika dikaji dengan menggunakan analisis mitis agar
signifikansi kisah atau nilai-nilai ideologis dalam kisah tersebut dapat terungkap.
Oleh karena itu, kisah Ashabal-Kahf ini sangat tepat apabila dikaji dengan
menggunakan semiotika.
Kisah Ashabal-Kahf dalam QS. al-Kahf dapat dibagi menjadi empat
fragmen. Pertama, prolog Kisah Ashab al-Kahf. Kedua, petualangan Ashab al-
Kahf. Dalam fragmen ini terdapat dua segmen yakni segmen tentang deskripsi
para pemuda Ashab al-Kahf dan lingkungan mereka dan segmen mengenai
tindakan/ langkah yang diambil oleh para pemuda tersbut Ketiga, pasca
Bangunnya Ashab al-Kahf. Fragmen ini dibagi menjadi dua segmen, yakni
segmen bangunnya para pemuda Ashab al-Kahf dan segmen bertemunya mereka
dengan masyarakat baru. Keempat, deskripsi Ashab al-Kahf. fragmen ini
diuraikan lagi menjadi tiga segmen, yaitu segmen tentang keadaan gua, segmen
tentang keadaan para pemuda selama tidur di dalam gua, dan segmen mengenai
lama mereka tinggal di dalam gua.
Setiap fragmen dianalisis melalui metode struktural untuk mendapatkan
makna objektif dari teks tersebut. Pada tahap ini konvensi bahasa sangat berperan.
Teks dimaknai hanya sebatas apa yang dinformasikan dalam struktur teks.
Selanjutnya, teks yang sudah mendapatkan arti dianalisis secara mitis dengan
memperhatikan konvensi sastra dan kode-kode yang terdapat dalam teks untuk
menggali makna atau nilai-nilai ideologi yang dikandung teks. Berdasarkan
analisis ini, kisah Ashabal-Kahf dalam QS. al-Kahf terdapat banyak nilai-nilai
ideologis di antaranya: keberanian mengambil sikap dalam menghadapi resiko
kehidupan, independensitas diri yang harus dimiliki bagi seorang mukmin,
pentingnya menjaga sikap para pemuda sebagai proyeksi generasi masa depan,
sikap untuk tidak berputus asa (live must go on!), makna tawakkal yang
sebenarnya, sikap waspada dalam menghadapi tantangan zaman, peka terhadap
lingkungan, sikap anti hedonis yang harius dimiliki seorang mukmin, kesadaran
terhadap eksistensi Allah, etika dalam interaksi sosial, adanya tuntutan kreatif
dalam menggunakan media dakwah.