DETAIL DOCUMENT
ANALISIS PENYITAAN BARANG BUKTI HARTA KEKAYAAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH PENYIDIK KEJAKSAAN (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Bandarlampung)
Total View This Week0
Institusion
Universitas Lampung
Author
0552011140, Muhammad Taufik Abdaha
Subject
 
Datestamp
2015-09-14 03:36:08 
Abstract :
Abstrak Tindak pidana korupsi pada intinya adalah perbuatan yang dapat merugikan keuangan Negara maupun perekonomian Negara. Sehingga para koruptor dapat dikenakan sanksi penjara atau denda, atau bahkan dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaanya. Penyitaan terhadap barang bukti harta kekayaan terdakwa tindak pidana korupsi merupakan tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya sebelum disita oleh negara. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan penyitaan barang bukti harta kekayaan terdakwa tindak pidana korupsi oleh penyidik kejaksaan dan faktor penghambat dalam penyitaan barang bukti harta kekayaan terdakwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, sistematisasi, klasifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Pelaksanaan penyitaan barang bukti harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi oleh penyidik kejaksaan yaitu terlebih dahulu mendapat Surat izin dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan perlu dan sangat mendesak, harus segera bertindak dan berkewajiban segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri guna mempeloreh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 KUHAP. Kemudian penyidik membuat Berita Acara Penyitaan, dibacakan, diberi tanggal, ditandatangani Penyidik, orang yang bersangkutan/keluarga/kepala desa lingkungan dan 2 (dua) orang saksi dan turunan berita acara disampaikan kepada atasan Penyidik, keluarga yang barangnya disita dan kepala desa. Pada waktu proses pembuktian terbalik pada sidang pengadilan, apabila terdakwa gagal membuktikan maka harta benda tersebut dianggap diperoleh dari korupsi dan hakim berwenang memutuskan (sebagian atau seluruh) harta tersebut dirampas Muhammad Taufik Abdaha untuk negara. Sedangkan faktor penghambat dalam penyitaan barang bukti harta kekayaan terdakwa tindak pidana korupsi, antara lain faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri, yaitu tidak diikutinya asas-asas berlakunya UndangUndang dan belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Undang-Undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapanya; Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, contohnya keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit untuk membuat suatu proyeksi; Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, contohnya dapat dianut jalan pikiran sebagai berikut: yang tidak ada, diadakan; yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan; yang kurang, ditambah; serta yang macet, dilancarkan serta; Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan, contohnya masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya. Agar membantu proses penyitaan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi oleh penyidik kejaksaan, hendaknya Pemerintah Indonesia melakukan pembaruan manajemen umum kejaksaan secara menyeluruh, mulai dari sistem rekrutmen, sistem pendidikan dan pelatihan serta sistem pembinaan karier. 
Institution Info

Universitas Lampung