Abstract :
Abstrak
Grafik penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang
(Narkoba) di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat,
bahkan sudah sampai ke tingkat yang sangat memprihatinkan dan membahayakan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Indonesia bukan saja hanya sebagai
tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap saja, tetapi telah menjadi
tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap narkoba
hal ini dapat dilihat dari penindakan terhadap kasus penyalahgunaan Narkoba
(Narkotika, Psikotropika dan Obat berbahaya) pada tahun 2008 sebanyak 29.364
kasus dengan 44.711 tersangka (44.613 WNI dan 98 WNA), tahun 2009 sebanyak
30.878 kasus dengan 38.403 tersangka (38.205 WNA dan 108 WNA) dan tahun
2010 s/d Agustus sebanyak 17.773 kasus dengan 22.268 tersangka (22.181 WNI
dan 87 WNA). Tindak pidana narkotika saat ini tidak lagi dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan dilakukan oleh para pemakai
dan pengedar dalam menjalankan operasinya. Hal ini menimbulkan masalah
dalam skripsi ini yaitu bagaimanakah menentukan atau mengkualifikasikan
pemakai atau pengedar dalam tindak pidana Narkotika menutut Undang-Undang
No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan bagaimanakah dasar pertimbagngan
hakim dalam menentukan Pemakai atau Pengedar Narkotika.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yang
menggunkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari studi lapangan,
yaitu dengan mewawancarai responden dan melakukan penelitian, sedamgkan
data sekunder diperolah ,melalui studi pustaka yaitu dengan cara mencari dan
membaca bahan hukum primer seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang No.
35 tahun 2009 tentang Narkotika. Selain bahan hukum primer terdapat juga bahan
hukum sekunder dan tersier yang dapat memberikan pertunjuk dan penjelasan
seperti literatur, buku-buku, Koran dan situs internet.
Ricky Alexander
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan : Penentuan atau
kualifikasi Pemakai dan Pengedar Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat dari rumusan norma hukum atau
unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan) adalah:
(a) Pemakai Narkotika : setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, dan menggunakan
Narkotika. (b) Pengedar Narkotika yaitu : setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menajadi perantara dalam jual beli dan menyerahkan Narkotika atau
menggunakan Narkotika pada orang lain / memberikan Narkotika untuk
digunakan orang lain. Berdasar pada unsur-unsur perbuatan tersebut maka dapat
ditentukan atau dikualifikasikan tindak pidana Pemakai Narkotika dan tindak
pidana Pengedar Narkotika. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa dasar
pertimbangan hakim didapat dari proses pemeriksaaan alat bukti yang sah yang
dapat membuktikan kebenaran fakta pristiwa dan fakta yuridis yang terungkap di
persidangan. Dimana dalam pembuktian fakta peristiwa terbukti secara sah dan
meyakinkan terdakwa melakukan tindak pidana sesuai apa yang didakwakan
kepadanya, begitu pula dengan pembuktian fakta yuridis, terdakwa juga terbukti
secara sah dan meyakinan unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan kesimpulan di atas diajukan beberapa saran sebagai berikut : 1)
dalam penjatuhan pidana terhadap Pengedar Narkotika diharapkan para penegak
hukum tegas dalam memberikan sanksi pidana sesuai dengan bobot kesalahan
pelaku sehingga memberikan efek jera bagi tindak pidana tersebut. 2) dalam
penjatuhan pidana terhadap pemakai narkotika diharapkan hakim memperhatikan
unsur-unsur yang ada pada pemakai tersebut sesuai dengan Surat Edaran
Mahkamah Agung No 4 tahun 2010 Tentang penyalahguna, Korban
penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis
dan Rehabilitasi Sosial.