Abstract :
Abstrak
Penangkapan dan penahanan Deli Suhandi umur 14 tahun di Rutan Pondok
Bambu oleh Polsek Johar sejak tanggal 15 Maret 2011 menimbulkan reaksi keras
terhadap pelaksanaan peradilan pidana anak berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (selanjutnya disingkat UU No.3 Tahun
1997), karena dianggap telah mengabaikan rasa keadilan masyarakat. Berangkat
dari ketidakpuasan terhadap praktik peradilan anak ini, timbul gagasan untuk
menerapkan konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam menangani
perkara anak. Prinsip ini merupakan hasil eksplorasi dan perbandingan antara
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keadilan yang menitikberatkan pada
kepentingan terbaik bagi anak, tanpa mengabaikan kepentingan korban dan
kepentingan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
membahas konsep keadilan restoratif melalui penulisan skripsi yang berjudul
“Penyelesaian Perkara Anak dalam Perspektif Keadilan Restoratif†dengan
mengajukan dua permasalahan, yaitu: (a) Bagaimanakah penyelesaian perkara
anak dalam perspektif keadilan restoratif? (b) Apakah faktor penghambat
penggunaan konsep keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara anak?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data
yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel
menggunakan metode purposive sampling, Setelah data terkumpul, maka diolah
dengan cara editing dan sistematisasi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan
menggunakan analisis kualitatif. Selanjutnya disimpulkan berdasarkan metode
induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut:
(1) Penyelesaian perkara anak dalam perspektif keadilan restoratif tetap dilakukan
secara formal melalui mekanisme sistem peradilan pidana anak, namun
pelaksanaannya menitikberatkan pada kepentingan terbaik bagi anak pelaku
tindak pidana, tanpa mengabaikan kepentingan korban tindak pidana dan
kepentingan masyarakat yang dirugikan akibat terjadinya tindak pidana. (2)
Faktor penghambat penggunaan konsep keadilan restoratif dalam penyelesaian
perkara anak adalah: (a) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak
menganut konsep keadilan restoratif. (b) Petugas pelaksana sistem peradilan
pidana anak masih berpandangan legalistik-formalistik. (c) Warga masyarakat
terutama keluarga korban masih menghendaki pelaku tindak pidana termasuk
pelaku anak dikenakan hukuman berat.
Berdasarkan kesimpulan, maka disarankan: (1) Kepada Pemerintah dan
Mahkamah Agung agar segera melakukan perombakan terhadap mekanisme dan
prosedur penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak. (2) Kepada Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat agar segera: (a) Mengganti UU No. 3 Tahun 1997
dengan UU yang baru, yang mengakomodir konsep keadilan restoratif dalam
menyelesaian perkara anak. (b) Merubah cara berfikir aparat penegak hukum yang
menangani perkara anak. (c) Mensosialisakan dampak negatif pemberian pidana
penjara terhadap anak.