Abstract :
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pengaturan
pemberhentian anggota DPRD (anggota dewan) menurut peraturan perundangundangan yang pernah dan berlaku di Indonesia dan kewenangan Badan
Kehormatan dalam pemberhentian anggota dewan. Jenis dan tipe penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif, menggunakan metode pendekatan historis
peraturan perundang-undangan (historical statue approach). Pengumpulan data
dilakukan dengan cara studi pustaka yang dianalisis dengan cara deskriptif
kualitatif. Hasil pembahasan menunjukkan, pertama perkembangan dan
perbedaan pengaturan pemberhentian anggota dewan menurut peraturan
perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia mengalami perubahan.
Dimana, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969 sampai
diganti dan diubah selama 2 kali, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985, begitu juga dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1999 tidak mengalami perubahan yang signifikan,
dimana pemberhentian anggota dewan dapat diajukan karena meninggal dunia dan
atas permintaan sendiri secara tertulis. Akan tetapi, terjadi perkembangan
pengaturan apabila dilihat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yaitu
mengenai meninggal dunia, mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan
sendiri secara tertulis; dan diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. Pada
ketentuan undang-undang tersebut, terlihat bahwa partai politik dapat
mengusulkan pemberhentian anggota dewan yang langsung disampaikan oleh
Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota kepada gubernur melalui bupati/walikota untuk
diresmikan atau setelah adanya penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan
keputusan oleh badan kehormatan DPRD Kabupaten/Kota atas pengaduan
Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, masyarakat dan/atau pemilih. Selanjutnya,
pengaturan pemberhentian anggota dewan di dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 mengalami perubahan yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri,
atau diberhentikan. Kedua, kewenangan Badan Kehormatan dalam pemberhentian
anggota dewan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
yaitu memanggil anggota dewan yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan
dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; memanggil pelapor,
Adhi Cahyanto
saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk diminta keterangan, termasuk
untuk diminta dokumen atau bukti lain; melakukan penelitian dan pemeriksaan
pengaduan/laporan melalui permintaan keterangan dan penjelasan pelapor, saksi
dan atau yang bersangkutan serta pemeriksaan dokumen atau bukti lain; membuat
kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan dengan disertai berita acara
penelitian dan pemeriksaan dan menyampaikan kesimpulan hasil penelitian dan
pemeriksaan kepada Pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti dalam Rapat
Paripurna DPRD. Badan Kehormatan hendaknya melibatkan pihak-pihak lain di
luar anggota Badan Kehormatan DPRD sendiri sehingga mekanisme pengawasan
yang berbasis etika dapat terwujud lebih independen dan objektif. Sehingga Badan
kehormatan mampu berperan tidak hanya sekadar menjadi lembaga penjaga moral
dan integritas anggota DPR dan DPRD melainkan juga menjadi mekanisme
internal untuk menegakkan kode etik.
Kata kunci : Pemberhentian Anggota, DPRD, Badan Kehormatan