Abstract :
Abstrak
Korupsi merupakan kejahatan yang digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa
yang sangat merugikan Negara dan berdampak secara tidak langsung mengenai
masyarakat. Pemberantasa korupsi sudah lama menjadi salah satu cita-cita bangsa ini
yang sampai saat ini masih mengurai benang kusut, sudah banyak kasus-kasus
korupsi yang sudah terungkap dan tidak sedikit juga narapidana korupsi yang sudah
banyak merugikan itu tidak mendapatkan ganjaran hukum yang setimpal dan mudah
mendapatkan remisi. Pemberian remisi ini telah di atur dalam Pasal 14 Undangundang No 12 Tahun 1999 tentang Pemasyarakatan. Hukuman yang tidak seimbang
atas kejahatan para koruptor yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri dengan
mengambil uang Negara tersebut tidak sejalan dengan cita-cita bangsa untuk
memberantas korupsi di tambah pemberian remisi yang telah banyak di berikan
kepada koruptor tadi tidak akan memberikan efek jera. Dalam penulisan ini diambil
permasalahan yang pertama Bagaimanakah pelaksanaan pemberian remisi terhadap
narapidana khususnya tindak pidana korupsi dalam perspektif pemberantasan korupsi,
yang kedua Apakah terdapat perbedaan dalam pemberian remisi antara narapidana
tindak pidana korupsi dan narapidana tidak pidana umum, dan yang ketiga Apakah
remisi layak diberikan kepada narapidana tindak pidana korupsi yang saat ini telah
banyak merugikan Negara yang berdampak kemasyarakat dalam perspektif
pemberantasan korupsi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling, pihak lembaga pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung, dan
beberapa responden yang melalui kuisioner.
Edly Raymesa Sinungan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh penulis dilapangan
mengenai Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi bahwa
pemberian remisi yang diberikan tidak terdapat pebedaan yang besar, hanya terdapat
perbedaan pada tahap pengajuan remisi. Narapidana tindak pidana korupsi bisa
mengajukan remisi setelah menjalani 1/3 masa tahanan sedangkan pada kasus tindak
pidana umum pengajuan remisi dapat diajukan setelah narapidana menjalankan masa
tahanan minimal 6 bulan dari masa tahanannya seperti yang sudah dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakat. Pelaksanaan pemberian remisi yang di ajukan narapidana
melalui bagian BIMKEMAS pada Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tahap-tahap
yang sangat selektif, penyeleksian berkas yang di lakukan oleh petinggi pemerintahan
seperti Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani masa
tahanannya, Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM setempat, Kepala Direktorat
Jendral Pemasyarakatan yang kemudian di sahkan oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Narapidana korupsi mempunyai status yang sama dengan narapidana
lainnya walaupun tindak pidana korupsi tergolong kejahatan yang luar biasa seorang
yang melakukan korupsi apabila sudah dalam lembaga pemasyarakatan sama dengan
narapidana yang lain yang mempunyai hak dan kewajiban dan belum ada undangundang yang menjelaskan bahwa tidak diberikannya remisi terhadap napi korupsi
sebagai upaya pemberantasan korupsi.
Berdasarkan kesimpulan, maka saran-saran dan masukan yang dapat diberikan oleh
penulis adalah Pemberian remisi merupakan hak semua narapidana dan anak pidana
oleh sebab itu remisi pantas diberikan kepada siapa saja narapidana dan apapun
kejahatannya karena semua dimata hukum itu sama, tersangka yang dihukum karena
kejahatannya setelah di dalam penjara tetap seorang narapidana yang mempunyai hak
yang sama, hanya saja pemberi remisi dalam hal ini pemerintah harus lebih selektif
untuk pemberiannya terutama pada pidana korupsi.Apabila memang pemerintah ingin
membrantas korupsi yang harus di lakukan adalah tekad yang bulat dari pemerintah,
elit politik dan dari semua kalangan sama-sama bahu-membahu untuk melawan
korupsi, setelah itu pemerintah harus memperbaiki undang-undang anti korupsi dan
undang-undang yang khusus mengenai pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana
korupsi,seperti diberikan minimal masa tahanan dan peniadaan pemberian remisi dan
bebas bersyarat bagi pelaku tindak korupsi yang dapat memberikan efek jera.