Abstract :
Abstrak
Berdasarkan Pasal 183 KUHAP Hakim memiliki peranan penting dalam suatu
proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara
dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada. Sistem pembuktian
Indonesia yang menganut keyakinan hakim berdasarkan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ternyata masih memiliki kelemahan. Namun pada prakteknya,
seringkali ditemukan alat bukti yang di ajukan dalam sidang saling berlawanan
satu sama lain seperti alat bukti keterangan saksi, dimana antara keterangan saksi
yang satu dengan yang lain tidak bersesuaian. Pada akhirnya, Hakimlah yang
memegang keputusan atas bersalah atau tidaknya Terdakwa, dimana hakim
berkuasa untuk menganggap bahwa alat-alat bukti yang diajukan dapat
meyakinkan dirinya atas kebenaran suatu perkara atau tidak. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah (1) Apakah keterangan saksi yang saling berlawanan dapat
dijadikan sebagai alat bukti? (2) Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam
mengambil keputusan perkara pada kasus tindak pidana penganiayaan jika
terdapat keterangan saksi yang saling berlawanan?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,
pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen.
Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data,
rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian
disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk
dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk
selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa keterangan saksi yang saling
berlawanan dapat dijadikan sebagai alat bukti didasarkan pada keterangan
beberapa saksi yang berdiri sendiri, meskipun telah terdapat dua atau lebih dari
saksi, akan tetapi dua atau lebih saksi yang ada ini memberikan kesaksiannya
Tri Agung Subiantoro
didepan Pengadilan namun keterangan mereka berdiri sendiri atau berbeda satu
dengan lainnya dan tidak memberikan keterkaitan antara satu dengan lainnya
maka meskipun secara kuantitatif keterangan tersebut telah memenuhi ketentuan
sebagaimana yang diisyaratkan dalam Pasal 183 KUHAP, keterangan tersebut
tidak dapat dianggap sebagai keterangan saksi yang memenuhi unsur pembuktian.
Oleh karena itu perlu dilihat bahwa selain kuantitatif perlu diperhatikan pula
kualitatif dari keterangan saksi. Dari beberapa keterangan saksi yang saling
berlawanan, keterangan saksi yang memiliki nilai objektiflah yang memiliki nilai
kekuatan pembuktian dan dapat dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim untuk
mengambil keputusan. Dasar pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan
perkara pada kasus tindak pidana penganiayaan jika terdapat keterangan saksi
yang saling berlawanan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut, yaitu : Keterangan para saksi yang tidak obyektif sehingga harus
dikesampingkan; Keterangan para saksi yang bertentangan dengan alat bukti yang
lain; Para saksi A Decharge yang netral yang memberikan keterangan yang
obyektif dan dapat dipercaya secara hukum; Keterangan para saksi yang saling
bersesuaian; Hal-hal yang menguntungkan terdakwa.
Sebaiknya hakim dalam menerapkan alat bukti keterangan saksi tidak berdasarkan
pendapatnya sendiri karena dapat merugikan salah satu pihak. Diharapkan bagi
para hakim dalam memutus perkara pada kasus-kasus seperti ini untuk lebih
memperhatikan alat-alat bukti yang ada dan sah menurut Undang-undang agar
putusan yang dibuat tidak merugikan pihak-pihak yang berperkara.