Abstract :
Abstrak
Tindak pidana penyalahgunaan psikotropika telah merasuki kalangan militer.
Padahal mereka merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara,
dan merupakan alat Negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, serta diharapkan mampu
memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana
psikotropika, mengingat institusi militer di Indonesia identik dengan suatu
institusi yang anggotanya sangat taat dan disiplin terhadap hukum yang berlaku.
Namun dalam kenyataannya banyak anggota militer yang melakukan suatu tindak
pidana, salah satunya adalah penyalahgunaan psikotropika. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah mengenai Bagaimanakah pertimbangan hukum oleh hakim
Pengadilan Militer dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana narkotika
oleh anggota militer dan apakah hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
anggota militer dan bagaimana solusinya.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,
pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen.
Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data,
rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian
disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk
dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk
selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa kompetensi peradilan
Militer dalam menyidang dan memutus perkara dengan Nomor : 35-K/BDG/PMT-II/AD/VI/2011 adalah tidak tepat karena dalam perkara ini tidak
ditemukan adanya landasan yuridis yang tepat untuk menyidangkan kasus ini
dalam lingkup peradilan militer karena bukan merupakan tindak pidana militer
melainkan murni tindak pidana umum yang tidak ada dalam ketentuan Undang-
Firdansyah Cholibi
Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Pengadilan Militer. Sehingga dengan kata
lain kompetensi peradilan yang berhak untuk mengadili perkara Sabar Sembiring
ini adalah dalam lingkungan peradilan umum yang jika perkara ini digelar dalam
lingkup peradilan umum maka proses fair play dalam persidangan akan terlaksana
dan jauh dari adanya kesan persidangan â€sandiwara†yang hanya bertujuan untuk
melindungi korps atau kesatuan Militer saja. Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
anggota Militer di dasarkan pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus
melihat dan mempelajari bukti-bukti yang ada baik keterangan terdakwa atau
saksi dan juga bukti berupa barang. Alat bukti yang digunakan dalam kasus
penyalahgunaan narkotika adalah keterangan 2 (dua) orang saksi dan keterangan
Terdakwa sehingga alat bukti yang diajukan telah memenuhi rumusan Pasal 171
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, di mana Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Disarankan kepada setiap institusi militer untuk mengadakan suatu penyuluhan
mengenai bahaya penyalahgunaan psikotropika di dalam intitusi Militer itu
sendiri, agar dapat meningkatkan kesadaran bagi anggota Militer mengenai
bahaya narkotika maupun obat-obat berbahaya lainnya. Di harapkan dengan
penyuluhan tersebut dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh
anggota Militer.