Abstract :
Abstrak
Tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur terjadi di Indonesia dari setiap
periodenya mengalami banyak sekali peningkatan. Masalah ini terkadang
dianggap sebagai masalah kecil apabila dibandingkan dengan tindak pidana
lainnya seperti korupsi, pembunuhan, perkosaan dan lain-lain. Padahal, apabila
mengetahui lebih dalam mengenai efek negatif dari tindak pidana kekerasan
terhadap anak di bawah umur justru jauh lebih menghancurkan masa depan anak
yang menjadi korbannya dengan merampas kebahagiaan seorang anak yang
menjadi korbannya. Karena anak ialah sebagai potensi sebagai generasi muda
yang akan meneruskan pembangunan bangsa dan negara ini. Jika kekerasan
terhadap anak di bawah umur terus terjadi, maka akan rusak terus generasi muda
ini. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Upaya perlindungan hukum apa
yang harus diberikan terhadap anak korban tindak pidana kekerasan berdasarkan
Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak? Apakah faktor-faktor penghambat
dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana kekerasan?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,
pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen.
Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data,
rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian
disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk
dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk
selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perlindungan hukum
terhadap anak korban kejahatan kekerasan dapat mencakup bentuk perlindungan
yang bersifat abstrak/tidak langsung maupun yang konkret/langsung.
Perlindungan yang abstrak pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang
M. Firnando Saputra
hanya bisa dinikmati atau dirasakan secara emosional/psikis, seperti rasa puas.
Perlindungan yang kongkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang
dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa atau bersifat materii
maupun non-materi. Perlindungan terhadaap anak korban kekerasan dapat
dilakukan melalui hukum, baik hukum administrasi, perdata, maupun pidana.
Faktor-faktor penghambat dalam upaya pelaksanaan perlindungan anak antara lain
adanya hal-hal yang membatasi kerja hukum, pelaksanaan hukum yang efektif
membutuhkan keterlibatan dari banyak faktor dan banyak pihak, tidak hanya pada
pengawasan tetapi juga pada pemberian sanksi, peningkatan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat terhadap hukum. Kemudian belum adanya kesepakatan
yang pasti untuk mengartikan apa itu kekerasan terhadap anak, ada yang
mengartikan sebagai perbuatan yang salah pada anak, perbuatan yang kejam
terhadap anak, dan ada juga yang mengartikan sebagai kekerasan kepada anak.
Faktor yang lainnya adalah adanya ikatan atau prinsip-prinsip tradisional dalam
keluarga termasuk didalamnya hak penuh orang tua untuk mendidik anaknya
masih dipegang teguh, sehingga orang tua cenderung bersembunyi dibalik
kekuasaannya yang dianggap mutlak oleh dirinya dan diakui oleh sebagian angota
masyarakat tradisional.
Disarankan kepada pemerintah dan masyarakat diperlukan usaha-usaha
mensosialisasikan Konvensi Hak Anak dan Hak Asasi Manusia pada seluruh
lapisan masyarakat, terutama pada pihak yang selama ini sering melakukan
kekerasan terhadap anak. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kampanye
perlindungan dan penegakan hak-hak anak melalui media massa, media elektronik
dan cetak, spanduk, poster dan seminar-seminar yang berkaitan dengan
perlindungan anak.