Abstract :
Abstrak
Berdasarkan undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada Pasal 74 di tambahkan
kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak
pidana Pencucian Uang, penyidik tindak pidana asal (Predicat Crime) bisa
langsung melakukan penyidikan terhadap harta kekayaan yang patut diduga
merupakan hasil dari tindak pidana asal, sehingga penyidikannya tidak perlu antar
lembaga penegak hukum, tetapi cukup satu lembaga saja yang menyidik. Tidak
seperti selama ini yang hanya terbatas pada Kepolisian saja, enam lembaga
tersebut adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat
Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan
Republik Indonesia, implementasi tentang kelima penyidik tindak pidana asal
selain kepolisian belum dapat diketahui dan belum dapat dilihat apakah terjadi
perbenturan kewenangan dalam menyidik, yang menjadi permasalahan adalah
bagaimanakah implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal,
dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (money laundering) serta
bagaimanakah tahapan dalam proses penyidikan tindak pidana Pencucian Uang
yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal.
Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris,
prosedur pengumpulan data untuk data primer dilakukan melalui wawancara
kepada responden. Sedangkan, untuk data sekunder melalui studi kepustakaan
dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan penulisan skripsi
dan permasalahan yang dibahas. Kemudian mengklasifikasikan data yang sejenis,
sedangkan analisis data yang dilakukan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan
data yang dihasilkan dalam bentuk uraian dan penjelasan - penjelasan.
Yusni Febriansyah Efendi
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pada dasarnya
Implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal yaitu Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang
menyidik tindak pidana pencucian uang Tugas dan wewenangnya adalah sama,
yang menjadi pembeda di antara ke enam penyidik tersebut adalah objek
penyidikannya yaitu sesuai dengan tindak pidana asal pada masing masing
instansi. Kemudian Tahapan Proses penyidikannya dibagi menjadi 10 (sepuluh)
tahap, yakni Penundaan Transaksi dan Pemblokiran Rekening, Pemintaan
keterangan dari penyedia Jasa keuangan, Pemeriksaan surat penggeledahan dan
penyitaan, penyadapan dan perekaman pembicaraan, penangkapan dan
penahanan, melarang seseorang pergi ke luar negeri, pemeriksaan saksi tersangka
alat bukti dilanjutkan dengan konfrontasi dan rekonstruksi, evaluasi hasil
pemeriksaan, permintaan keterangan PPATK, dan prapenuntutan serta penyerahan
berkas perkara.
Adapun saran yang diberikan untuk Penyidik Tindak Pidana Asal agar dibuatnya
suatu aturan yang khusus mengenai tata cara penyidikan pencucian uang disetiap
lembaga penyidik tersebut dan perlu dibentuk unit atau satuan khusus yang
menangani tindak pidana pencucian uang, seperti Unit III Direktorat II Ekonomi
Khusus (Eksus) di Bareskrim Mabes Polri yang menangani secara khusus Perkara
Tindak Pidana pencucian Uang.