Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dasar pengaturan hukum
peradilan in absentia di Indonesia dan pemenuhan hak tersangka melalui
Penasihat Hukum, berdasarkan Pasal 52-57 KUHAP. Penelitian ini menggunakan
metode hukum normatif dengan studi kepustakaan sebagai sumber bahan hukum.
Hasil penelitian ini adalah: (1) Peradilan in absentia dalam perkara tindak pidana
korupsi diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 38 ayat (1) menjadi lex
specialis dan Pasal 196 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
sebagai lex generalis. Meskipun sudah diatur lex specialis, pemeriksaan dalam
peradilan in absentia untuk perkara tindak pidana korupsi masih mengikuti
pedoman KUHAP. Peradilan in absentia juga dipertimbangkan dalam
menjatuhkan hukuman oleh majelis hakim. (2) Hak-hak terdakwa perkara tindak
pidana korupsi dalam peradilan in absentia tidak dapat terpenuhi sesuai dengan
Surat Edaran Mahkamah Konstitusi No. 6 Tahun 1988. Surat edaran tersebut
memerintahkan hakim untuk menolak penasihat hukum atau pengacara yang
menerima kuasa dari terdakwa in absentia yang sengaja tidak mau hadir dalam
pengadilan. Hal ini dapat menghambat jalannya pemeriksaan dan pelaksanaan
putusan.