Abstract :
Keruasakan lahan menjadi isu krusial di Indonesia yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Salah satu faktor permasalahan tersebut disebabkan oleh ekosistem DAS bagian hulu yang menjadi bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh DAS. Oleh sebab itu, DAS bagian hulu menjadi fokus perencanaan daerah aliran sungai. Peningkatan fenomena kejadian banjir dan tanah longsor dalam beberapa tahun terakhir pada DAS Brantas Hulu merupakan indikasi adanya kerusakan lahan yang menyebabkan lahan kritis. Untuk mengantisipasi bencana yang muncul akibat lahan kritis tersebut maka perlu di identifikasi dan menganalisis persebaran tingkat kekritisan lahan di DAS Brantas Hulu.
Analisis spasial lahan kritis dilakukan dengan menumpang tindih (overlay), proses skoring, dan pembobotan beberapa parameter penentu lahan kritis berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor: P.3/PDASHL/SET/KUM.1/7/2018. Terdapat 3 parameter yang digunakan yaitu penutupan lahan, erosi, dan kemiringan lereng dengan menggunakan metode skoring untuk memperoleh total skor dari masing-masing unit lahan dan hasilnya berupa peta lahan kritis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan diperoleh 5 kelas kekritisan lahan yaitu tidak kritis, potensial kritis, agak kritis, kritis, hingga sangat kritis. Hasil penelitian menunjukkan DAS Brantas Hulu di dominasi oleh tingkat kekritisan potensial kritis dengan luas 121.922 Hektare atau sebesar 40% dengan kemiringan lereng 8-15% sampai 15-25% dengan tingkat erosi >60-180 ton/ha/tahun dengan kondisi lahan yang secara fisik masih tergolong baik dan produktif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi DAS seperti semula adalah dengan melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan jangka panjang agar dapat meningkatkan produktifitas lahannya.