DETAIL DOCUMENT
Disharmonisasi atas pengajuan keberatan putusan arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau dari Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (studi putusan nomor 73/PDT.G.BPSK/2010/PN.YK)
Total View This Week0
Institusion
Universitas Ahmad Dahlan
Author
Satralya, Gitza
Subject
K Law (General) 
Datestamp
2024-04-24 06:39:31 
Abstract :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan realisasi payung hukum dengan cakupan mengatur tindakan pelaku usaha sebagai upaya pemenuhan hak konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai wadah yang berwenang melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen melalui metode mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian yang ditempuh di luar peradilan umum. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lain, tetapi terjadi disharmonisasi dengan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa terhadap putusan arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat diajukan keberatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis terjadinya disharmonisasi pengajuan keberatan putusan arbitrase sengketa konsumen menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta pertimbangan hakim dalam menerima permohonan keberatan atas putusan arbitrase sengketa konsumen. Jenis penelitian dalam pembahasan menggunakan normatif-empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dengan mengklasifikasi, mengidentifikasi, dan menganalisis sumber data sekunder sehingga dihasilkan data yang koheren serta untuk sumber data primer menggunakan metode wawancara bebas terpimpin ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Yogyakarta. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa disharmonisasi terjadi karena proses penyusunan peraturan kurang tepat serta kurangnya koordinasi lembaga dalam merumuskan rincian pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hakim dalam mempertimbangkan permohonan keberatan harus menjadikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai dasar utama penyelesaian sengketa. 
Institution Info

Universitas Ahmad Dahlan