Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum terhadap keterangan terdakwa sebagai alat bukti dalam perkara tindak pidana dan untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan terdakwa dalam perkara tindak pidana. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan jenis penelitian hukum normatif berupa penelitian kepustakaan yang menggunakan 3 bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian hukum ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji aturan-aturan hukum yang ada dan berlaku. Hasil penelitian menunjukan Ketentuan hukum keterangan terdakwa sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam pasal 189 ayat (1) KUHAP yang mana menjelskan bawha keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendirai atau ia alami sendiri. Mengingat bahwa keterangan terdakwa yang memuat informasi tentang kejadian pidana bersumber dari terdakwa, maka hakim dalam melakukan penilaian terhadap isi keterangan terdakwa haruslah cermat dan sadar bahwa ada kemungkinanterjadinya kebohongan atau keterangan palsu yang dibuat oleh terdakwa mengenai hal ikhwal kejadian atau peristiwa pidana terjadi. Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa, tergantung pada alat bukti lainnya (keterangan terdakwa saja tidak cukup) dan hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Perihal penggunaan keterangan terdakwa dapat diartikan, terdakwa tidak harus selalu membenarkan mengenai kehendak pihak penegak hukum pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, sehingga dalam hal ini penggunanan keterangan terdakwa hanya merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan dan harus didukung oleh alat bukti lain dengan aturan minimal 2 (dua) alat bukti. Jadi, alat bukti keterangan terdakwa bukan alat bukti yang memiliki sifat mengikat dan menentukan tetapi harus didukung dengan alat bukti yang lain.