Implikasi putusan mahkama konstitusi terkait penambahan norma penetapan tersangka dalam sistem peradilan pidana
Total View This Week0
Total View This Week0
Institusion
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Author
Labibah, Nur Zhahrina, NZL
Subject
K Law (General)
Datestamp
2020-09-17 05:12:08
Abstract :
Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam pelaksanaan kewenangannya tidak menyalahgunakan wewenang,maka dalam pelaksanaanya telah diatur di dalam Kitab Undang ? Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan atas kegiatan yang dilakukan penyidik pada dasarnya melekat pada instansi yang bersangkutan. Kewenangan praperadilan ini telah berubah dengan diuji materinya Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, atas dasar itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul : ? IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP SISTEM PERADILAN PIDANA? bertujuan : pertama mengetahui apa ratio decidendi dari putusan mahkamah kostitusi tersebut , kedua bagaimana akibat hukum dari adanya putusan mahkamah konstitusi terhadap sistem peradilan pidana. Metode penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan cara menganalisis pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan (Statue Approach) khususnya yang berhubungan dengan hukum pidana dan hukum acara pidana, pendekatan konseptuan (Conceptual Approach) Hasil analisa yang dapat dijadikan kesimpulan dalam tesis ini adalah ratio decidendi dalam putusan mahkamah konstitusi yang menambahkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan karena mahkamah konstitusi telah mempertimbangkan perkembangan zaman dengan prinsip menegakkan Hak Asasi Manusia dengan menganut sistem due process of law dalam hukum pidana di indonesia, dan upaya hukum praperadilan telah diatur didalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan secara lebih lanjut dengan adanya putusan mahkamah konstitusi nomor 65/PUU-IX/2011 tentang larangan peninjauan kemabali atas putusan praperadilan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 4 tahun 2016. Pretrial is an institution that was born to carry out surveillance actions against law enforcement officials so that the implementation of their authority does not abuse their authority, so the implementation has been regulated in the Criminal Procedure Code (KUHAP). The pretrial indirectly supervises the activities carried out by investigators which are basically attached to the relevant agencies. This pretrial authority has changed by examining the material Article 77 letter a of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Code as stipulated in the decision of the Constitutional Court Number 21 / PUU-XII /2014, based on that research needs to be conducted entitled: "IMPLICATIONS OF DECISIONS THE CONSTITUTIONAL COURT RELATED TO THE ADDITION OF NORMAL DETERMINATION OF THE CRIMINAL JUSTICE SYSTEM " aims: firstly to find out what is the ratio decidendi of the decision of the constitutional court, secondly how the legal consequences of a constitutional court ruling on the criminal justice system. This research method is normative juridical by analyzing the approach to the laws and regulations (Statue Approach), especially those relating to criminal law and criminal procedure, the conceptual approach (Conceptual Approach) The result of the analysis that can be concluded in this thesis is the ratio decidendi in the constitutional court ruling which adds the determination of the suspect as a pretrial object because the constitutional court has considered the development of the times with the principle of upholding human rights by adhering to the due process of law system in criminal law in Indonesia, and pretrial legal remedies have been regulated in the Criminal Procedure Code (KUHAP) and further with the Constitutional Court ruling number 65 / PUU-IX /2011 concerning the prohibition of reviewing the pre-trial ruling in accordance with the Supreme Court Regulation (PERMA) RI number 4 in 2016.
Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam pelaksanaan kewenangannya tidak menyalahgunakan wewenang,maka dalam pelaksanaanya telah diatur di dalam Kitab Undang ? Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan atas kegiatan yang dilakukan penyidik pada dasarnya melekat pada instansi yang bersangkutan. Kewenangan praperadilan ini telah berubah dengan diuji materinya Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, atas dasar itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul : ? IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP SISTEM PERADILAN PIDANA? bertujuan : pertama mengetahui apa ratio decidendi dari putusan mahkamah kostitusi tersebut , kedua bagaimana akibat hukum dari adanya putusan mahkamah konstitusi terhadap sistem peradilan pidana. Metode penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan cara menganalisis pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan (Statue Approach) khususnya yang berhubungan dengan hukum pidana dan hukum acara pidana, pendekatan konseptuan (Conceptual Approach) Hasil analisa yang dapat dijadikan kesimpulan dalam tesis ini adalah ratio decidendi dalam putusan mahkamah konstitusi yang menambahkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan karena mahkamah konstitusi telah mempertimbangkan perkembangan zaman dengan prinsip menegakkan Hak Asasi Manusia dengan menganut sistem due process of law dalam hukum pidana di indonesia, dan upaya hukum praperadilan telah diatur didalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan secara lebih lanjut dengan adanya putusan mahkamah konstitusi nomor 65/PUU-IX/2011 tentang larangan peninjauan kemabali atas putusan praperadilan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 4 tahun 2016. Pretrial is an institution that was born to carry out surveillance actions against law enforcement officials so that the implementation of their authority does not abuse their authority, so the implementation has been regulated in the Criminal Procedure Code (KUHAP). The pretrial indirectly supervises the activities carried out by investigators which are basically attached to the relevant agencies. This pretrial authority has changed by examining the material Article 77 letter a of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Code as stipulated in the decision of the Constitutional Court Number 21 / PUU-XII /2014, based on that research needs to be conducted entitled: "IMPLICATIONS OF DECISIONS THE CONSTITUTIONAL COURT RELATED TO THE ADDITION OF NORMAL DETERMINATION OF THE CRIMINAL JUSTICE SYSTEM " aims: firstly to find out what is the ratio decidendi of the decision of the constitutional court, secondly how the legal consequences of a constitutional court ruling on the criminal justice system. This research method is normative juridical by analyzing the approach to the laws and regulations (Statue Approach), especially those relating to criminal law and criminal procedure, the conceptual approach (Conceptual Approach) The result of the analysis that can be concluded in this thesis is the ratio decidendi in the constitutional court ruling which adds the determination of the suspect as a pretrial object because the constitutional court has considered the development of the times with the principle of upholding human rights by adhering to the due process of law system in criminal law in Indonesia, and pretrial legal remedies have been regulated in the Criminal Procedure Code (KUHAP) and further with the Constitutional Court ruling number 65 / PUU-IX /2011 concerning the prohibition of reviewing the pre-trial ruling in accordance with the Supreme Court Regulation (PERMA) RI number 4 in 2016.
Download
book
BibTex
Latex, Jabref
cloud_download
Original Resource
url resource Institution
