Abstract :
Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai
makhluk sosial yang sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, maka manusia tidak
dapat hidup sendiri akan tetapi memerlukan kehadiran manusia lain. Manusia satu dengan
manusia lainnya berhubungan secara timbal balik yang juga dapat menimbulkan suatu
hubungan hukum. Hubungan hukum yaitu suatu hubungan antara pihak satu dengan pihak
yang lain yang menimbulkan akibat hukum. Sumber perikatan terdiri dari perjanjian dan
undang-undang. Pada suatu perjanjian terdapat perjanjian jual beli yang dilakukan dengan
cara angsuran, yang dimana perjanjian dengan angsuran pembayaran itu sangat berpotensi
untuk tidak terpenuhi pembayarannya karena beberapa sebab tertentu, baik itu sebab yang
disengaja ataupun sebab lain yang diluar dugaan oleh salah satu pihak. Salah satu contohnya
sebab diluar dugaan adalah pandemi covid-19. Pandemi tersebut telah ditetapkan oleh
presiden sebagai bencana non alam. Rumusan masalah pada penulisan skripsi ini adalah
Pertama, karakteristik debitur dinyatakan wanprestasi akibat covid-19 dalam perjanjian jual
beli secara angsuran Kedua, akibat hukum perjanjian jual beli secara angsuran manakala
terjadi wanprestasi pada masa pandemi covid-19.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini yakni menggunakan metode penelitian
normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan penelitian terhadap aturan
Perundang-undangan dan literatur atau bahan bacaan yang berkaitan dengan materi yang
dibahas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil penelitian terdapat suatu kesimpulan.
Pertama; Perjanjian jual beli secara angsuran cara pembayarannya tidak dilakukan secara
tunai melainkan secara berkala yang dimana pihak debitur dituntut untuk melakukannya
hingga perjanjian itu berakhir. Apabila dalam perjanjian tersebut tidak dilakukan
sebagaimana mestinya debitur, dan pihak kreditur telah memberikan somasi maka debitur
telah melakukan wanprestasi. Namun, pada masa pandemi ini sudah sepatutnya ada
pengecualian dan penyesuaian terhadap kapan debitur dikatakan masuk dalam keadaan
wanprestasi, sehingga dapat dilakukan gugatan oleh kreditur, sepanjang hambatan yang
dimiliki oleh debitur itu adalah efek langsung kepada dirinya akibat pandemi. Kedua:
Terjadinya pandemi covid-19 ini hanya bersifat menunda pemenuhan kewajiban debitur
kepada kreditur dan tidak menghapuskan sama sekali kewajiban debitur kepada kreditur.
Untuk melindungi kepentingan para pihak dan memastikan debitur untuk tetap memenuhi
kewajibannya, maka renegosiasi kontrak penting untuk dilakukan. Para pihak dapat
mengatur kembali hal- hal yang diperlukan untuk melindungi kepentingan para pihak guna
menyikapi keadaan baru (pandemi covid- 19). Hal yang sangat penting adalah penggolongan
pandemi covid-19 ini sebagai force majeure, karena force majeure dapat digunakan hanya
untuk menepis gugatan wanprestasi. Force majeure identik dengan bencana alam, sedangkan
pemerintah menetapkan pandemi covid-19 sebagai bencana nasional non-alam. Kendati
demikian pandemi Covid-19 tetap bisa digolongkan sebagai force majeure, lebih tepatnya
jenis force majeure temporer
Kata Kunci: perjanjian, wanprestasi, covid-19