Abstract :
(ABSTRAKSI) Salah satu isu pembangunan yang penting saat ini adalah masalah kesehatan
reproduksi. Kesehatan reproduksi berawal dari usia remaja, sehingga remaja
menjadi konsen utama. Selain itu, kondisi yang masih labil pada remaja,
rendahnya pemahaman remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi yang
benar, serta seksualitas yang masih dianggap tabu, memunculkan penyimpangan
reproduksi, seperti seks pranikah, aborsi, dan HIV/AIDS. Namun, disisi lain arus
informasi tentang reproduksi semakin deras dan orangtua tidak mampu berperan
secara maksimal dalam pendidikan kesehatan reproduksi karena pemahaman
orangtua perihal kesehatan reproduksi masih rendah serta konstruksi sosial yang
menempatkan seksualitas sebagai masalah yang tabu untuk diperbicangkan di
publik. Pendekatan pendidik sebaya (peer educator) dalam pendidikan kesehatan
reproduksi remaja dipilih karena faktor teman sebaya menjadi sangat penting
dalam transfer informasi tentang kesehatan reproduksi. Efektivitas peer educator
dalam program PIK-KRR menjadi entry point dalam pendidikan kesehatan
reproduksi remaja.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil lokasi di
SMA âDemarkoâ. Informan dipilih secara purposive, kecuali peer educator yang
dipilih secara snowball. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan
teknik participant observation dan in-depth interview, untuk kemudian dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui program
Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) dan
peer educator sebagai aktor utamanya. PIK-KRR SMA âDemarkoâ memiliki
sebutan âSuburâ. Meskipun kontroversial, pada awal pelaksanaan program, PIK-
KRR âSuburâ langsung mendapat predikat âTegarâ yang merupakan tingkatan
tertinggi dalam pengelolaan PIK-KRR. Meskipun demikian, pada tahun pertama
kepengurusan PIK-KRR mampu menjalankan semua kegiatan yang telah
diprogramkan sebelumnya dan berhasil meraih prestasi sebagai juara 1 PIK-KRR
tingkat provinsi.
Dalam perjalanan berikutnya, ternyata kinerja peer educator di PIK-KRR
âSuburâ mengalami penurunan karena komunikasi berjalan satu arah, rendahnya
intensitas komunikasi, lemahnya dukungan dan penghargaan yang diberikan
sekolah, serta rendahnya motivasi guru pendamping. Beberapa aktor dalam
pelaksanaan program PIK-KRR di SMA âDemarkoâ memiliki kepentingannya
masing-masing. Artikulasi kepentingan beberapa aktor mengaburkan tujuan
pendidikan kesehatan sehingga program PIK-KRR tidak berjalan efektif. (ABSTRACT) One of the present important development issues was reproduction health.
The reproduction health began at adolescence and adolescents became primary
concern. Additionally, labile condition, less understanding of the right
reproduction health and the taboo of sex caused reproduction deviations such as
premarital sex, abortion and HIV/AIDS. However, there were many refproduction
information that were easily accessed by adolescents and parents could not play
maximal role in the reproduction health education because they were lack of the
knowledge of the reproduction health in addition to the existing social construct
that considered sexuality as taboo. Peer educator approach in the adolescent
reproduction health education was chosen because peers played an important role
in transfering the information of the reproduction health. The effectiveness of the
peer education approach in the program PIK-KRR became the entry point in the
adolescent reproduction health education.
The study used qualitative method and was conduced in âDemarkoâ Senior
High School. The informants were selected using purposive sampling except
those in selected using snowball sampling. The data was collected using
participant observation and in-depth interview for descriptive analysis.
The adolescent reproduction health education wass conducted through Pusat
Information dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) program
and the peer educator as the primary actor. The PIK-KRR of âDemarkoâ Senior
High School is referred to as âSuburâ. Though it was controversial at the
beginning, the PIK-KRR âSuburâ obtains the predicate âTegarâ representing the
highest level in the management of the PIK-KRR. However, in the first year the
management of the PIK-KRR managed to organize all of the programmed
activities and won First Champion of PIK-KRR at provincial level.
In the next operation, it was proven that the performance of the peer
edcuators in the PIK-KRR âSuburâ decreased because the communication went
unidirectionally, is of low intensity, gains less support and appreciation of the
school and the low motivation of advocating teachers. Some actors in the
implementation of the PIK-KRR in âDemarkoâ Senior High School pursued their
own interests. The articulation of the actors blured the objective of the
reproduction health education that the program did not go effectively.