Abstract :
(ABSTRAKSI) Penelitian ini dimaksudkan untuk membangun model spasial penggunaan
lahan gambut yang berbasis mitigasi emisi karbon (CO2) di lanskap Kubah
Gambut Merang (KGM) Sumatera Selatan. Tujuannya adalah (i) menyusun kelas
kemampuan lahan gambut, (ii) mengetahui penggunaan lahan dan tingkat
kesesuaian penggunaan lahan saat ini, (iii) menghitung cadangan karbon skala
lanskap, (iv) memperkirakan besarnya emisi karbon akibat perubahan penggunaan
lahan gambut; dan (v) menyusun model spasial terbaik penggunaan lahan gambut.
Penyusunan kelas kemampuan lahan gambut dilakukan dengan teknik
interpolasi data ketebalan gambut, kematangan gambut, dan kedalaman air tanah
yang diambil di lapangan. Teknik buffering dilakukan untuk mendapatkan jarak
dari sungai pada semua wilayah penelitian. Klasifikasi penggunaan lahan
menggunakan metode interpretasi citra satelit dan pengecekan lapangan. Teknik
overlay dipakai dalam penentuan tingkat kesesuaian penggunaan lahan.
Cadangan karbon di atas permukaan tanah dihitung berdasarkan cadangan ratarata
karbon dari setiap tutupan lahan. Untuk cadangan karbon di bawah
permukaan dihitung dari besaran volume tanah gambut. Emisi karbon dihitung
dengan metode stock difference. Model spasial terbaik ditentukan dengan
pertimbangan trade off antara perubahan manfaat ekonomi dengan perubahan
emisi karbon.
Hasil penelitian membuktikan bahwa model spasial penggunaan lahan
yang didasarkan pada kemampuan lahan gambut adalah model yang terbaik
karena memiliki nilai trade off yang terbaik. Kemampuan lahan gambut yang
disusun menggunakan karakteristik gambut berupa ketebalan gambut, kematangan
gambut, kedalaman air tanah, dan jarak dari sungai menghasilkan 5 (lima) kelas
dengan Kelas I-IV merupakan lahan dengan fungsi budidaya sedangkan kelas V
merupakan lahan dengan fungsi lindung. Berdasarkan neraca karbon, terjadi emisi
dari perubahan penggunaan lahan sebesar 12% setiap tahun selama periode tahun
1990-2014. Sumber emisi terbesar berasal dari emisi akibat dekomposisi
gambut dan emisi akibat perubahan tutupan lahan. Dari total cadangan karbon
sebesar 19,385 MtC, diketahui bahwa proporsi cadangan karbon di bawah
permukaan tanah (99,94%) jauh lebih besar daripada cadangan karbon di atas
permukaan tanah (0,06%). Terdapat ketidaksesuaian sebesar 30,9% antara
arahan penggunaan lahan gambut berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Musi Banyuasin dengan arahan penggunaan lahan
berdasarkan kemampuan lahan gambut. (ABSTRACT) This study is intended to establish a landuse spatial model based on carbon
emissions mitigation (CO2) in the Kubah Gambut Merang (KGM) of South
Sumatra. The objective is to (i) develop the peatland capability class, (ii)
determine the landuse dan its suitability, (iii) calculate carbon stocks at landscape
scale, (iv) estimating the amount of carbon emissions from peat landuse change,
and (v) make the best landuse spatial models for peatland .
Peat capability classification carried out by the interpolation technique for
peat thickness, peat maturity and watertable depth taken in the field. Buffering
technique was done to get the distance from the river in all areas of research.
Landuse classification using satellite image interpretation and field survey.
Overlay technique used in determining the landuse suitability. The carbon stocks
in the above-ground were calculated based on the carbon stock average of each
landcover while in the below-ground were calculated from the amount of peat soil
volume. Carbon emissions were estimated with the stock difference method. The
best spatial model is determined by consideration of trade-offs between economic
benefits changes with changes in carbon emissions.
The research showed that the landuse spatial model that was based on the
peatland capability was the best model because it had the best trade-off. The
peatland capability compiled using peat characteristics such as the peat thickness,
peat maturity, watertable depth, and distance from the river could be arranged into
five (5) classes with class I-IV were a cultivated land function, while class V
was a land with a protected function. Based on the carbon balance, the case of
carbon emissions by 12% each year during the period 1990-2014 due to the
release of carbon greater than carbon sequestration. Largest source of emissions
comes from peat decomposition due to landcover changes. From 19.385 MtC of
total carbon stocks, it was known that the proportion of carbon in the belowground
(99.94%) was much larger than in the above-ground (0.06%). There was
an unsuitable of 30.9% between the landuse direction based on Spatial Planning
(RTRW) Musi Banyuasin District with based on peatland capability.