Abstract :
Di Indonesia, tindak pidana semakin meningkat dan terus bertambah. Pelaku
kejahatan semakin tidak pandang bulu untuk menjadikan sasaran, bahkan
pelaku juga menjadikan perempuan sebagai korban mereka. Perlindungan
perempuan sebagai korban saat ini gencar di rundingkan. Terdapat banyak
perbincangan mengenai perlindungan perempuan sebagai korban tindak
pidana, terutama dalam konteks tindak pidana perdagangan orang atau
perdagangan perempuan (women trafficking). Unsur-unsur yang tinggi
kerentanan perempuan menjadi korban perdagangan orang seperti rendahnya
ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, dan bahkan terbatasnya akses
perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap perempuan harus dijamin
dengan tingkat kesetaraan, karena setiap individu seharusnya memiliki
kedudukan yang sama di mata hukum (equality before the law). Penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan tentang penerapaan hukum oleh hakim dan
perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perdagangan orang atau
women trafficking berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor
138/pid.sus/2022/PN Smg. Perumusan masalah yang digunakan adalah (1)
Bagaimana penerapan hukum oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana
women trafficking dalam putusan pidana perdagangan orang dalam putusan
perkara Nomor 138/Pid.Sus/2022/PN Smg ? (2) Bagaimana bentuk
perlindungan hukum yang berorientasi kepada korban tindak pidana women
trafficking dalam putusan perkara Nomor 138/Pid.Sus/2022/PN Smg ? .
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu dengan
berdasarkan norma hukum dan perundang ? undangan. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa (1) Majelis hakim menerapkan hukuman kepada terdakwa
dalam Putusan Pengadilan Nomor 138/pid.sus/2022/PN Smg dengan dakwaan
pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (2) Perlindungan
hukum yang dapat diberikan oleh korban tindak pidana perdagangan orang
atau women trafficking dalam Putusan Pengadilan Nomor
138/pid.sus/2022/PN Smg adalah perlindungan secara abstrak yaitu
menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 3 (tiga) tahun dengan
denda sebesar Rp 150.000.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) sedangkan
perlindungan secara konkret dalam bentuk materil berupa restitusi,
kompensasi dan imateriil berupa rehabilitasi sosial,psikis,psikososial tidak
diberikan dan tidak tercantum dalam putusan.