DETAIL DOCUMENT
PEREMPUAN DAN POHON SAGU MENURUT MASYARAKAT NAPAN NABIRE (SUATU TINJAUAN TEOLOGI EKOFEMINIS TERHADAP POHON SAGU SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN)
Total View This Week0
Institusion
Universitas Kristen Duta Wacana
Author
51130016, TISBED STELLA YOHANA RARAWI
Subject
BV Practical Theology 
Datestamp
2020-05-31 11:04:09 
Abstract :
Kita sedang menghadapi krisis lingkungan hidup secara global, dan setiap orang kini berusaha untuk menciptakan lingkungan yang aman dan sehat untuk kepentingan yang terbatas. Sementara krisis ekologi global itu tak bisa dibentengi pengaruhnya. Tulisan ini hendak menantang setiap orang yang masih memiliki nurani untuk masuk dalam gerakan pelestarian alam semesta ini, dengan memulainya di tempat ia tinggal dan menjalani seluruh kehidupannya. Distrik Napan Kabupaten Nabire memiliki hutan sagu yang luas sebagai sumber pangan bagi masyarakat setempat, sekarang sudah mengalami kerusakan. Kerusakan hutan-hutan sagu ini telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Napan Nabire akibat tindakan dari perusahaan, masyarakat dan pemerintah untuk mengeksploitasi hutan sagu guna kepentingan tertentu. Sagu yang bernama latin Metroxylon merupakan tanaman pangan asli masyarakat Papua secara umum dan secara khusus bagi masyarakat Napan. Dengan kata lain pohon sagu adalah pemberian Tuhan kepada masyarakat Napan Nabire yang seharusnya dijaga, dipelihara, dimanfaatkan dan diberdayakan serta dikembangkan. Pekerjaan mengolah sagu dilakukan oleh kaum perempuan mulai dari meramas ela sagu, mengisinya di tumang,membawanya ke rumah sampai mengolahnya menjadi makanan merupakan pekerjaan perempuan. Simbolisasi pohon sagu sebagai ibu atau mama yang melahirkan, memberikan air susunya, memberikan makan, membesarkan serta menjaga dipahami oleh masyarakat Napan telah mengalami krisis. Dalam permasalahan itu, muncul gerakan yang mencoba mengkaji kembali hubungan ekologi dan perempuan (ekofeminis). Ekofeminis mengintegrasikan anti patriakhi untuk memperhatikan alam karena pada dasarnya ketika alam dieksploitasi maka saat yang sama perempuan juga ditindas. Oleh sebab itu muncul pertanyaan: Mengapa Masyarakat Napan memahami pohon sagu sebagai ibu atau mama mereka, apa dampak bagi generasi penerus masyarakat Napan Nabire ketika pohon sagu ditebang atau musnah, apa sikap dan tindakan masyarakat Napan Nabire ketika perempuan, ibu atau mama mereka direndahkan derajatnya dan pohon sagu ditebang untuk kepentingan pembangunan? Perkembangan jaman dan pengaruh modernisasi yang masuk ke Napan menyebabkan perempuan dan alam kurang dihargai lagi. Metode penelitian kualitatif yang dipergunakan dalam penulisan ini bertujuan untuk mengamati seseorang dalam lingkungan hidupnya bahwa sesungguhnya keselarasan, keseimbangan, harmoni seperti yang dikumandangkan oleh gereja dan adat cenderung diabaikan, adanya ketimpangan gender dalam masyarakat yang menyebabkan perempuan dan alam menderita. Alam dikuasai oleh laki-laki seperti perempuan yang berada dalam kuasa laki-laki. Sebagai manusia yang diciptakan Allah dengan sempurna yang di karuniakan hikmat dan kemampuan untuk berpikir dan bertindak, ditantang untuk memperbaharui sikap dan gaya hidup yang tidak menghargai alam serta segala isinya untuk dipelihara, dijaga, dilindungi dan dicintai sebagai seorang mama yang selalu memberikan rasa aman bagi anak-anaknya. 
Institution Info

Universitas Kristen Duta Wacana