Abstract :
Latar Belakang : Stroke iskemik merupakan stroke yang paling banyak terjadi, dimana penyebabnya adalah sumbatan pada pembuluh darah otak sehingga dapat menyebabkan defisit neurologi. Menurut WHO, stroke menjadi penyebab disabilitas ketiga kronis di dunia dan menjadi penyebab disabilitas pertama di Indonesia berdasarkan DALYs. Hematokrit yang merupakan salah satu biomarker tubuh yang menggambarkan keseluruhan sel darah merah, dapat digunakan untuk menunjukkan luaran klinis, dimana peningkatan hematokrit dapat menjadi faktor resiko terjadinya stroke iskemik. Beberapa studi menunjukkan peningkatan hematokrit juga diduga dapat memperburuk luaran klinis dan mortalitas. Tujuan : Mengukur apakah hematokrit dapat digunakan sebagai prediktor disabilitas 30 hari pasca stroke iskemik. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Cohort Retrospective menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien stroke iskemik di RS Bethesda Yogyakarta. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 54 subjek yang terdiri dari kelompok Hct <43,5% dan kelompok Hct >43,5%. Disabilitas akan dinilai menggunakan skor modified Rankin Scale (mRS) dan skor Barthel Index (BI) yang terdiri dari kelompok mandiri dan kelompok tidak mandiri menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil : Rerata usia pada subjek adalah 60,333+10,97338, usia yang paling banyak mengalami stroke adalah lansia akhir (56-65 tahun). Mayoritas subjek adalah laki-laki (70,37%). Nilai hematokrit didapatkan rerata 42,62+3,550467%, pada kelompok <43,5% sebanyak 34 subjek (62,96%) dan pada kelompok >43,5% sebanyak 20 subjek (37,04%). Tidak terdapat hubungan antara hematokrit dengan mRS (p-value = 0,735) maupun BI (p-value = 0,49). Namun terdapat hubungan antara hematokrit dengan usia (p-value = 0,043) dan jenis kelamin (p-value = 0,002). Kesimpulan : Nilai hematokrit tidak dapat digunakan sebagai faktor predictor disabilitas 30 hari pasca stroke iskemik.