Abstract :
Industri batik di kawasan sentra batik Laweyan Solo dalam kegiatan
usahanya tidak lepas dari masalah-masalah dalam permodalan, produksi, Sumber
daya manusia, pemasaran dan masalah lainnya. Kompleksnya permasalahan yang
dihadapi merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan industri batik.
Hal ini yang melatarbelakangi untuk diadakan penelitian. Permasalahan yang
diungkap dalam penelitian ini adalah : 1) Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi perkembangan industri batik di Kawasan sentra industri batik
Laweyan Solo? 2) Seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi
perkembangan industri batik di Kawasan sentra industri batik Laweyan Solo? 3)
Bagaimanakah upaya pemerintah dalam mengembangkan usaha batik di Kawasan
sentra industri batik Laweyan Solo? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1)
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan industri batik di
Kawasan sentra industri batik Laweyan Solo. 2) Seberapa besar faktor-faktor
tersebut mempengaruhi perkembangan industri batik di Kawasan sentra industri
batik Laweyan Solo. 3) Upaya apa sajakah yang dilakukan pemerintah dalam
mengembangkan usaha batik di Kawasan sentra industri batik Laweyan Solo.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan deskriptif
kuantitatif karena hasil penelitian ini disajikan secara deskripsi dengan angkaangka
statistik. Populasi penelitian ini adalah semua industri batik yang ada di
kawasan kampung batik Laweyan Solo yang berjumlah 24 indusri, populasi ini
sekaligus sebagai sampel penelitian. Variabel yang diteliti yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan industri batik meliputi faktor manajemen keuangan
dan permodalan, faktor Produksi, faktor sumber daya manusia, faktor pemasaran.
Metode pengumpulan data menggunakan metode kuesioner (angket),
dokumentasi, observasi dan wawancara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri batik meliputi
faktor manajemen keuangan dan permodalan, faktor Produksi, faktor sumber daya
manusia, dan faktor pemasaran. Modal yang digunakan relatif kecil berkisar
antara1-5 juta didapat dari keluarga dan tabungan pribadi. Kekurangan modal
yang dihadapi disebabkan karena syarat-syarat peminjaman yang sulit seperti
harus adanya barang jaminan, ijin usaha maupun bukti pembayaran pajak.
Manajemen keuangan masih dilakukan dengan pembukuan yang sederhana.
Keterampilan membatik yang masih mengandalkan warisan leluhur menjadi
kendala dalam faktor produksi dan sumber daya manusia. Persaingan dengan
produk serupa dalam harga dan kualitas menjadi permasalahan dalam pemasaran.
Peran pemerintah dalam pengembangan usaha yaitu: 1) Sebagai fasilitator bagi
para pengrajin dalam memberikan permodalan dengan menyeleksi terlebih dahulu
mana pengrajin dan mana yang bukan pengrajin dalam hal ini adalah pengrajin
yang aktif berusaha. 2) Memberikan pelatihan yang berkaitan dengan ketrampilan
kerja dan desain produk. 3) Pemerintah memberikan perlindungan hak paten motif
batik khas daerah. 4) Pemerintah memberikan penerapan standart mutu produk
melalui pelatihan Standart Nasional Indonesia untuk menghadapi persaingan
dengan produk batik daerah lain. 5) Pemerintah menerapkan patokan keseragaman
harga, hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan yang kurang sehat antar
pengrajin. 6) Pemerintah juga ikut berperan memperluas pemasaran yaitu melalui
terobosan pasar dan pameran pada event-event penting seperti PRPP, SIBEx (Solo
Interntional Batik Exhibition), Pameran di TMII, POLDA EXPO.
Para pengrajin hendaknya dapat mengalokasikan sebagian keuntungan
untuk pengembangan usaha. Selain itu para pengrajin juga hendaknya lebih aktif
mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan ketrampilan kerja yang diberikan
pemerintah karena sebagai sarana untuk mengembangkan usahanya. Pihak
pemerintah khususnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan hendaknya
ikut mengusahakan penetapan suatu kebijakan pemerintah atau strategi-strategi
yang mempengaruhi perkembangan industri batik dalam usaha dapat
menubuhkembangkan perekonomian daerah.