Abstract :
Skripsi ini membahas mengenai ?Status Hukum Wanita yang dijatuhi Talak
Tiga Sekaligus Perspektif Mazhab Syafi?i dan UU. No.1 Tahun 1974?. Pokok
permasalahan adalah bagaimana proses penjatuhan talak menurut Mazhab Syafi?I dan
UU. No.1 Tahun 1974 dan status hukum wanita yang dijatuhi talak tiga sekaligus
menurut Mazhab Syafi?i dan dikomparasikan dengan aturan yang berlaku di
Pengadilan Agama yakni UU. No.1 Tahun 1974. Jenis yang dipilih dalam penelitian
ini adalah penelitian kepustakaan (Library research). Tipe penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif dengan pendekatan teologis normatif, pendekatan
perundang-undangan (Statute approach), pendekatan konsep (Conceptual approach),
pendekatan perbandingan (Comparative approach). Masalah ini dianalisis dengan
penalaran deduktif dan analisis korelatif, selanjutnya dibahas dengan metode
penelitian kepustakaan dan dengan teknik dokumentasi dan pengutipan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif Mazhab Syafi?i dan
UU. No.1 Tahun 1974 yang diterapkan di Pengadilan Agama, mempunyai prinsip
yang berbeda mengenai talak tiga sekaligus dan proses penjatuhan talak. Perbedaan
mengenai talak tiga sekaligus akan berdampak pada status hukum wanita yang
dijatuhi talak tiga sekaligus. Dalam literatur Mazhab Syafi?i disebutkan, bahwa talak
tiga sekaligus dianggap sah dan proses penjatuhan talak terhitung sejak redaksi talak
diucapkan meskipun di luar sidang pengadilan, ini merupakan titik kelemahan fikih
yang cenderung lebih memprioritaskan segala sesuatu dari sudut pandang legal,
dalam hal ini bisa dikatakan bahwa fikih hanya memandang segala sesuatu dari luar
yang bersifat objektif. Sedangkan dalam UU. No.1 Tahun 1974 disebutkan,
walaupun sudah talak yang ke tiga disaat melakukan talak di pengadilan, pengadilan
hanya mencatatnya sebagai talak satu. Status hukum wanita yang dijatuhi talak tiga
sekaligus menurut Mazhab Syafi?I adalah tidak boleh rujuk kepada suaminya dan
termasuk talak Ba?in Kubra yang boleh kembali dengan suaminya apabila si wanita
yang dijatuhi talak tiga sekaligus itu menikah dengan pria lain dan sudah merasakan
madu diantara keduanya lalu bercerai. Sedangkan ketika suami mentalak istrinya
dengan talak tiga sekaligus menurut UU. No.1 Tahun 1974 tetap menjatuhkan dengan
talak satu dan status hukum wanitanya bisa rujuk atau kembali dengan suaminya
selama masa ?iddah tetap berlangsung, akan tetapi jika masa ?iddahnya telah habis
bisa kembali dengan suaminya melalui pernikahan dan mahar yang baru. Istrinya juga
masih berhak mendapatkan mut?ah dari mantan suami. Meskipun telah diketahui
bahwa hukum positif mengadopsi dari pendapat para fuqaha, namun di sisi lain UU.
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan lebih cenderung memilih pendapat yang
sekiranya lebih disesuaikan dengan situasi dan kondisi dan diadaptasikan dengan
masyarakat Indonesia.