Abstract :
Skripsi ini membahas tentang Perceraian di Luar Pengadilan Agama Pada
Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus di Kec.
Bengo Kab. Bone). Adapun rumusan masalah yang penulis kaji dalam penelitian ini
adalah 1) Apa faktor yang menyebabkan masyarakat muslim melakukan perceraian di
Luar sidang Pengadilan Agama di Kec. Bengo Kab. Bone?, 2) Apa pandangan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) terhadap perceraian di luar Pengadilan Agama pada
masyarakat muslim di Kec. Bengo Kab. Bone?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
maka metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif dan menggunakan pendekatan teologis filosofis, sosiologis, dan
yuridis, serta dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor apa yang
menyebabkan masyarakat muslim melakukan perceraian di luar sidang Pengadilan
Agama di Kec. Bengo Kab. Bone dan apa pandangan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
terhadap perceraian di luar Pengadilan Agama pada masyarakat muslim di Kec.
Bengo Kab. Bone. Adapun kegunaan penelitian ini yaitu untuk menambah
pengetahuan penyusun serta bermanfaat bagi para pembaca, untuk memberikan
konstibusi pemikiran pada masyarakat muslim di Kec. Bengo Kab. Bone dalam
mewujudkan dan mengikuti aturan yang diberlakukan oleh pemerintah, dan penelitian
ini diharapkan dapat mengurangi terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama
bagi masyarakat pada umumnya dan pada khususnya masyarakat muslim Kec. Bengo
Kab. Bone.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa faktor yang menyebabkan
masyarakat muslim melakukan perceraian di luar sidang Pengadilan Agama di Kec.
Bengo Kab. Bone yaitu faktor ekonomi, faktor waktu, masalah pribadi yang harus
ditutupi, faktor kurangnya kesadaran hukum, faktor jarak-tempuh, faktor adat, dan
faktor psikologi. Dalam konteks KHI, perceraian masyarakat muslim Kec. Bengo
Kab. Bone yang dilakukan di luar Pengadilan Agama dianggap tidak sah karena tidak
sesuai dengan ketentuan perceraian yang diatur dalam KHI dalam Pasal 115 dan 146.
Status tidak sah tersebut sekaligus juga berimbas pada perbuatan yang dilakukan dari
perceraian tersebut (perkawinan baru dan anak hasil dari perkawinan yang baru pasca
perceraian) ikut menjadi tidak sah menurut KHI.