DETAIL DOCUMENT
Analisa Yuridis Terhadap Permohonan Praperadilan Yang Diajukan Oleh Tersangka Kasus Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Nomor 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel)
Total View This Week0
Institusion
Universitas Katolik Darma Cendika
Author
Hermanto, Novan
Subject
K Law (General) 
Datestamp
2021-03-02 14:12:10 
Abstract :
Dalam suatu tindak pidana mengenai pemeriksaan kasus atau perkara pidana baik umum maupun khusus. Seperti halnya kasus korupsi yang sering terjadi, baik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jaksa ataupun Poisi Republik Indonesia yang menjadi penyidik seringkali harus menggunakan upaya paksa dalam berperkara. Pada perkara kasus korupsi yang dituduhkan kepada Hadi Poernomo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas keberatan pajak yang diterima. Dimana Komisi Pemberantasan Korupsi telah salah melangkah ketika melakukan penggeledahan dan penyitaan. Dimana ketika melakukan penggeledahan dan penyitaan dilakukan oleh penyelidik independent yang bukan berasal dari penyelidik baik dari Polisi Republik Indonesia maupun dari kejaksaan. Serta penetapan tersangka yang dilakukan oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan bersamaan dengan perintah penyidikan. Penelitian ini membahas mengenai proses dari pengangkatan penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan hukum yang berlaku serta apabila salah satu pihak dalam praperadilan dinyatakan kalah. Berkaitan dengan proses pengangkatan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan putusan 36/Pid.Prap/2015/PN JKT.Sel bahwa pengangkatan yang dilakukan bukan berdasarkan instansi yang sesuai dengan Undang-Undang. Dalam putusan ini juga bahwa proses yang dilakukan oleh Komisi pemberantasan Korupsi ini juga tidak sah dikarenakan ketika Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan surat perintah penyidikan,. Hal ini membuat Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sesuai dengan Standart Operasional Prosedur. Berkaitan dengan upaya hukum yang dapat dilakukan apabila salah satu pihak kalah dalam praperadilan Melihat hal ini maka perbandingan antara Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana dengan adanya Peraturan Mahkamah Aagung ini maka saling berkaitan. Dimana sudah jelas tertera bahwa putusan Praperadilan tidak dapat diajukan dalam Peninjauan Kembali. Jika dikaitkan dengan putusan ini jelaslah bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dapat menuntut Hadi Poernomo dalam Peninjauan Kembali. Akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menggugat Hadi Poernomo dalam gugatan perdata karena disini Hadi Poernomo memang tidak terbukti melakukan korupsi. Melihat hal ini kedudukan Peraturan Mahkamah Agung terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dimana berdasarkan pasal 7 walaupun tidak tertulis secara jelas bahwa kedudukan Mahkamah Agung berada dimana. Akan tetapi dalam pasal 8 dimana jenis perundang-undangan yang terdapat dalam pasl 7 mencakup mengenai peraturan Mahkamah Agung. Berdasarkan penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dimana dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu dengan pendekatan konseptual, pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus. Berdasarkan uraian diatas bahwa pada tingkat penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Sedangkan berkaitan dengan upaya hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa tidak dapat melakukan Peninjauan kembali putusan Mahkamah Agung. 
Institution Info

Universitas Katolik Darma Cendika