Abstract :
Penetapan daftar pencarian orang (DPO) merupakan suatu proses
penegakkan hukum acara pidana. Merujuk pada salah satu kasus, penyidik
kepolisian telah menetapkan status DPO kepada seseorang tersangka atas nama Ir.
Eddy Pratiknjo Tanusetiawan Als Eddy Njo, penetapan tersebut pada pokoknya
dilakukan oleh pihak kepolisian atas dasar penyidik telah memanggil tersangka
secara patut, akan tetapi melalui Kuasa Hukumnya tersangka mengirim surat
perihal penundaan penghadapan dengan melampirkan Surat Keterangan sakit.
Penerbitan status DPO tersebut telah di bantah oleh istri tersangka, sehingga
melakukan upaya hukum dengan mengajukan Praperadilan dengan
No.20/Pra.Per/2015/PN.SBY. Praperadilan tersebut diajukan untuk menuntut
mengenai penetapan status DPO yang dilakukan oleh penyidik untuk dapat di
cabut dan merehabilitasi nama baik tersangka.
Penelitian ini untuk mengetahui pengaturan hukum tentang penetapan
status DPO oleh penyidik, akibat hukum terhadap salah penetapan status DPO
oleh penyidik dalam Putusan No.20/pra.per/2015/PN.Sby, serta analisis terhadap
Putusan No. 20/pra.per/2015/PN.Sby mengenai salah penetapan status DPO oleh
penyidik. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, yang
sumbernya didapat diperoleh dari data sekunder yang berupa kepustakaan. Alat
pengumpul data yang digunakan adalah studi dokumen.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengaturan penetapan status DPO
tidak diatur secara jelas di dalam KUHAP dan Undang-undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, akan tetapi diatu secara jelas dalam
Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajeman Penyidikan Tindak
Pidana pada pokoknya hanya mengatur bahwa penerbitan DPO bisa dilakukan
jika telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 (tiga) kali, maka penetapan DPO
dirasa kurang maksmial dan kurang kuat dasar/alasan hukumnya. Akibat hukum
dari adanya salah penetapan seseorang dalam buku Daftar Pencarian Orang (DPO)
tersebut mengakibatkan status DPO menjadi tercabut dan dihapuskan dalam buku
daftar pencarian orang, serta akibat hukum lainnya terhadap kesalahan tersebut
berupa merehabilitasi hak seseorang tersebut dan memulihkan haknya dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti pada mulanya.
Analisis Putusan No. 20/pra.per/2015/PN.Sby yaitu terhadap pertimbangan
pemberlakuan asas legalitas dalam hukum formil sebagaimana penetapan status
DPO pada dasarnya tidak ada diatur dalam Pasal 77 KUHAP, dan analisis yang
kedua terhadap pertimbangan hakim mengenai sah tidaknya penetapan stsatus
DPO terhadap tersangka menjadi objek kewenangan praperadilan merupakan
suatu kewenangan hakim untuk melakukan penafsiran hukum.