Abstract :
Tumpang tindih peruntukan lahan di wilayah Otorita Batam berawal dari
penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/kpts-II/1986 tentang
Penunjukan Areal Hutan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau (TGHK).
selanjutnya, Menteri Kehutanan menindak lanjuti dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 47/kpts-II/1987 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Pulau
Batam. Namun ternyata SK Menteri Kehutanan tersebut telah mengabaikan ketentuan
TGHK. Untuk mengkaji lebih dalam tentang kepastian hukum atas pengalokasian
peruntukan lahan pada kawasan hutan diatas tanah Hak Pengelolaan Otorita Batam,
perlindungan hukum atas adanya tumpang tindih peruntukan lahan tersebut bagi para
pemilik tanah di wilayah Otorita Batam, dan upaya penyelesaian adanya tumpang
tindih peruntukan lahan diatas Hak Pengelolaan Otorita Batam maka harus dilakukan
penelitian yang lebih baik.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif maka
penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa
peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum serta dokumen lainnya, penelitian ini
didukung oleh wawancara dengan narasumber dan informan terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian diolah,
dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode
deduktif.Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kepastian hukum atas tumpang tindih
peruntukan lahan pada kawasan hutan diatas tanah Hak Pengelolaan Otorita Batam
karena SK Menhut Nomor 47/Kpts-II/1987 beserta turunannya harus
dikesampingkan, karena itu yang berlaku adalah Hak Pengelolaan milik pihak Otorita
Batam, mengenai perlindungan hukum bagi para pemilik tanah di wilayah Otorita
Batam adalah terhadap hak-hak lama yang dimiliki masyarakat kampung tua,
perlindungan hukum diberikan dengan pengaturan penetapan lokasi perkampungan
tua di kota Batam dalam Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam
tahun 2004-2014, sedangkan terhadap hak atas tanah yang diperoleh berdasarkan
penyerahan bagian-bagian dari tanah HPL Otorita Batam kepada pihak ketiga,
perlindungan hukumnya diberikan oleh pihak Otorita Batam dengan menyediakan
lahan pengganti yang berasal dari bukan kawasan hutan, kemudian mengenai Upaya
penyelesaian adanya tumpang tindih peruntukan lahan diatas Hak Pengelolaan Otorita
Batam, Badan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang didukung
oleh Pemerintah Kota Batam tahun 2001 mengajukan permohonan penataan kawasan
hutan di Pulau Batam melalui mekanisme perubahan peruntukan kawasan hutan
kepada Menteri Kehutanan