Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk (1) meninjau sejauh mana pemahaman dan
pemaknaan pasien atas sakit dan penderitaan yang dialami, dan (2)
merumuskan sebuah kemungkinan teologi kontekstual yang sepadan dengan
situasi di RSUD dr. T. C. Hillers, Maumere.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
melalui observasi, wawancara dan juga studi kepustakaan. Objek yang diteliti
adalah surat apostolik Salvifici Doloris dari Paus Yohanes Paulus II dan para
pasien di RSUD dr. T. C. Hillers, Maumere. Wujud data dalam penelitian ini
berupa (1) intisari teologis yang termuat dalam Salvifici Doloris dan, (2)
makna sakit dan penderitaan yang terungkap dalam pertemuan dengan pasien
dan keluarga pasien, baik berupa ekspresi, frasa, ungkapan dan gestur. Sumber
data utama dalam penelitian ini adalah pengalaman sakit dan penderitaan para
pasien di RSUD dr. T. C. Hillers, Maumere dan Surat Apostolik Salvifici
Doloris. Sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan baik berupa
buku, artikel, ensiklopedi, dokumen dan beberapa sumber dari internet yang
relevan dengan tema yang diangkat dalam tulisan ini. Teknik pengumpulan
data yang digunakan meliputi (1) metode observasi langsung kondisi pasien di
bangsal perawatan, (2) wawancara informal yang tidak terikat pada rumusan
pertanyaan baku namun berkembang selaras dengan penggalian informasi, dan
(3) analisis atas surat apostolik Salvifici Doloris. Dalam proses pengumpulan
data, sampel diambil secara random dari berbagai bangsal di RSUD dr. T. C.
Hiller dengan pendekatan berbasis kehadiran (kujungan orang sakit). Selama
kunjungan ini, sampel diobservasi dan segala ungkapan dan percakapan yang
muncul selama komunikasi bersama pasien dicatat. Selanjutnya, hasil
observasi dan wawancara informal ini ditelaah maksud dan makna yang tersirat
di dalamnya dan kemudian dianalisis lebih jauh lagi dalam terang Salvifici
Doloris. Kesimpulan yang ditarik dari analisis ini menjadi kemungkinan
konstruksi sebuah teologi yang sadar dengan konteks RSUD dr. T. C. Hillers,
Maumere.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa makna sakit dan
penderitaan yang diangkat oleh para pasien di RSUD dr. T. C. Hillers,
Maumere tidak terlepas dari konteks budaya, ekonomi dan sosial di mana
pasien tinggal. Selain itu, para pasien juga secara tidak langsung merasa bahwa
sakit dan penderitaan yang dialami tidak saja berkaitan dengan kondisi fisik
belaka namun juga menyinggung pasien secara mental dan spiritual. Dapat
ditegaskan bahwa dampak mental dan spiritual yang dirasakan pasien justru
jauh lebih besar ketimbang efek dari kondisi fisik pasien. Berikutnya, dari hasil
analisis atas Salvifici Doloris, disimpulkan bahwa (1) sakit dan penderitaan
memiliki makna positif sejauh sakit dan penderitaan dipahami dalam kacamata
iman di mana makna penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus
ditempatkan sebagai sentral, (2) sakit dan penderitaan memiliki karakteristik,
pertama, adikodrati karena berakar pada kuat kasih Allah yang menyelamatkan
sekaligus mengungkapkan kuasa penebusan dan kedua, manusiawi karena
berakar pada pengalaman personal manusia, dan (3) sakit dan penderitaan
harus ditanggapi secara subjektif di mana pertama, sebagai subjek penderita,
sakit dan penderitaan dipahami dalam kerangka salib dan penebusan Kristus
yang mana mengungkapkan misteri Ilahi penebusan dan penyelamatan yang
dihadirkan Kristus. Kedua, sebagai subjek yang berhadapan dengan sakit dan
penderitaan sesama, keteladanan Orang Samaria yang baik hati dalam kisah
Injil menjadi sesuatu yang urgen untuk dihidupi sebagai bentuk kepekaan dan
upaya untuk menghadirkan kasih Allah secara nyata bagi sesama yang
menderita.
Dengan ini, kemungkinan sebuah teologi yang sadar dengan konteks
RSUD dr. T. C. Hillers, Maumere dapat dikonstruksikan seturut metode
transandental, melalui (1) mengubah cara pandang terhadap pasien sebagai
pribadi dengan melihat orang sakit sebagai Kristus, (2) menjadi Kristus bagi
pasien melalui kehadiran, dan (3) memberikan diri seutuhnya kepada pasien.
Pemberian diri secara utuh ini dapat diwujudkan melalui pertama,
mendapatkan kepercayaan dari pasien melalui perkenalan yang hangat. Kedua,
menjadi pendengar yang baik bagi pasien. Ketiga, menyentuh pasien secara
fisik dan spiritual. (4) Penenkanan pada makna penderitaan sebagai
keselamatan melalui kasih. Kasih yang ditunjukkan di sini bukanlah dalam
bentuk wejangan atau saran-saran spiritual namun melalui tindakan yang
selaras dengan pembacaan atas konteks pasien di mana gestur, ekspresi wajah,
sikap dan tingkah laku menjadi sarana yang ampuh untuk mewartakan kasih
Allah yang menyelamatkan.