Abstract :
Salah satu bentuk krisis lingkungan hidup yang melanda planet bumi selama ini
adalah kerusakan hutan. Kerusakan hutan tampak dalam bentuk-bentuk, seperti: Illegal
logging, penggembalaan dan satwa liar, pembakaran hutan, dan pencurian hasil hutan.
Beberapa faktor penyebab munculnya aksi perusakan hutan seperti itu, antara lain:
pengaruh tindakan manusia, faktor fundamental-filosofis (antroposentrisme),
kesalahan paradigma dan kebijakan pembangunan, faktor modernisasi dan teknologi,
lemahnya penegakkan hukum, dan pengaruh iklan barang dan jasa konsumsi mewah
dari luar negeri.
Kerusakan hutan yang tampak dalam bentuk-bentuk seperti yang telah
disebutkan di atas, membawa dampak negatif bagi perkembangan hidup seluruh
ekosistem di bumi. Hal itu berkaitan dengan fungsi ekologis hutan. Hutan mempunyai
fungsi klimatologis untuk mengatur iklim lokal dan global dan menjaga siklus
perubahan cuaca. Hutan juga mempunyai fungsi hidrologis untuk menjaga daerah
resapan air dan menjaga persediaan air. Kemudian, hutan juga berfungsi menjaga
kualitas tanah dan vegetasi alamiah serta fungsi biologis-genetis untuk menunjang
berkembangbiaknya berbagai unsur biologis dan genetis di dalamnya.
Tesis ini mempresentasikan beberapa himbauan etis Gereja terkait dengan ikhtiar
melestarikan hutan. Ikhtiar Gereja dalam usaha memerangi masalah kerusakan hutan
bertitik tolak pada pandangan biblis yang mengungkapkan bahwa segala sesuatu yang
ada di muka bumi ini adalah milik Allah (Bdk. Ul. 10;14, Im. 25:23). Manusia hanyalah
makhluk kecil yang dipakai oleh Allah untuk merawat ciptaan, bukan untuk
mengeksploitasinya.
Beberapa segi Alkitabiah yang berbicara tentang tema lingkungan hidup
kemudian dipakai oleh Paus Fransiskus sebagai dasar pandangan Ensiklik Laudato Si
untuk mengecam berbagai praktik sesat manusia yang seringkali mengobjektivikasi
ciptaan lain tanpa pernah merawat keutuhannya kembali. Di dalam Ensiklik Laudato
Si, Paus Fransiskus mengritik berbagai tindakan yang merusak hutan. Sebab, bagi Paus
Fransiskus hal itu merupakan tindakan pengabaian terhadap nilai-nilai ciptaan,
kerusakan hutan mengakibatkan krisis-krisis ekologi yang lain, dan bahwa kerusakan
hutan merupakan sikap pembangkangan manusia terhadap kasih Allah.
Untuk itu, Paus Fransiskus menulis beberapa himbauan yang patut dilakukan
oleh semua penduduk di muka bumi dalam kegiatannya memerangi krisis atau masalah
kerusakan hutan. Secara khusus, Paus mengalamatkan himbauan-himbauan etis itu
kepada Gereja sebagai bentuk keberpihakan dan misi kepeduliannya terhadap
lingkungan hidup, khususnya misi kepedulian Gereja terhadap masalah kerusakan
hutan. Himbauan-himbauan Laudato Si terhadap masalah kerusakan hutan, antara lain:
Pertama, perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Di dalamnya,
Paus Fransiskus menekankan pentingnya kesadaran bahwa bumi ini adalah rumah kita
bersama. Paus Fransiskus juga meghimbau seluruh umat untuk membangun solidaritas
kosmis, melakukan pertobatan ekologis, dan menanamkan paradigma deep ecology.
Kedua, keterlibatan semua pihak. Menurut Paus Fransiskus, pihak-pihak yang
mesti terlibat aktif dalam usaha memerangi masalah kerusakan hutan adalah: keluarga,
institusi pendidikan (sekolah dan kampus), agama-agama, lembaga sosial seperti JPIC,
dan media massa. Khusus untuk konteks Gereja, cara-cara ideal yang patut diwujudkan
sebagai aplikasi nyata atas himbauan Laudato Si itu adalah mengangkat kembali
kearifan lokal, mengkonkretisasi usaha pemeliharaan dan perawatan lingkungan,
menanamkan prinsip deep ecology dalam diri umat, Gereja harus bersaksi tentang
keadilan ekologis, Gereja menggalakkan teologi pertobatan ekologis, dan
mempromosikan spiritualitas relasi manusia dengan alam.