Abstract :
Pokok permasalahan yang menjadi titik tolak dari penelitian ini adalah sejauh mana kesunyian berperan dalam karya pelayanan Rubiah OCD Bajawa. Pertanyaan utama yang diajukan adalah apakah ada pengaruh dari kesunyian kontemplatif dalam meningkatkan perkembangan spiritual dan pelayanan para Rubiah OCD Bajawa setelah sekian lama mereka mempraktikkannya? Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pertama, penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tuntutan dari sebagian persyaratan studi Magister Teologi Kontekstual (S2) pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menemukan adanya peran kesunyian kontemplatif dalam karya pelayanan Rubiah OCD Bajawa dan relevansinya bagi umat beriman.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara serta metode kepustakaan. Asumsi dasar yang dipegang oleh penulis merupakan sebuah hipotesis positif, yakni kesunyian konemplatif membantu para Rubiah OCD Bajawa dalam mengembangkan kehidupan rohani. Penulis melihat bahwa kesunyian kontemplatif merupakan wadah yang digunakan untuk meningkatkan semangat pelayanan dalam doa dan kerja para Rubiah.
Hasil penelitian ini kemudian disimpulkan bahwa kesunyian kontemplatif adalah panggilan setiap orang Kristen. Kesunyian bukanlah suatu pengalaman hidup yang jauh dari realitas konkret hidup manusia. Kesunyian kontemplatif hidup dan berakar dalam kehidupan nyata, dalam tugas dan karya semua orang Kristen yang selalu mengarah kepada-Nya. Kesunyian kontemplatif adalah relasi timbal balik antara manusia dengan Yang Ilahi. Kesunyian kontemplatif juga bukan satu-satunya yang khas dalam kehidupan Kristen. Gejala atau relasi timbal balik ini juga hampir terdapat dalam agama-agama besar lainnya. Meskipun corak dan bentuknya beraneka ragam, namun orientasinya hampir sama yakni mengadakan relasi dengan Yang Ilahi atau usaha untuk mencapai persatuan dengan Yang Mahatinggi. Kesunyian kontemplatif adalah jawaban kerinduan manusia akan pencapaian kesempurnaan atau persatuan yang mesra dengan Allah. Kesunyian kontemplatif diperuntukkan bagi seluruh umat yang tercakup di dalamnya tanpa harus memandang perbedaan-perbedaan suku, ras dan agama.
Rubiah OCD Bajawa telah menyatakan diri sebagai hamba. Hamba dalam doa dan kontemplasi. Kesunyian kontemplatif yang ditunjukkan oleh para Rubiah OCD Bajawa adalah doa, jadwal harian dan kerja. Mereka hidup dalam kesunyian tertutup dan telah bermisi menjangkau hati setiap orang melalui doa dalam kesunyian.Tidak ada tujuan utama dan paling luhur dari para Rubiah OCD selain mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Allah dalam doa, laku tapa, matiraga, silih dalam kesunyian dan kesendirian seturut nasihat Injil suci. Hal ini tentu saja menjadi kurban persembahan yang baik guna membawa banyak jiwa yang membutuhkan doa kepada keselamatan Allah. Untuk sampai pada tahap ini, sudah seharusnya para rubiah membawa diri kepada keheningan, doa dan tobat yang selalu dan berulang tanpa henti.
Kesunyian kontemplatif merupakan suatu penghayatan khusus yang diterima seseorang atas prakarsa Allah. Hal ini merupakan suatu tindakan Allah selaku penentu kehidupan manusia. Adanya kesunyian kontemplatif merupakan suatu bentuk yang nyata dari Allah sendiri untuk memperbaiki hubungan dengan manusia. Kesunyian kontemplatif yang dijalani oleh para Rubiah OCD Bajawa adalah panggilan untuk mengungkapkan Allah yang senantiasa ada dalam seluruh pergerakan hidup umat-Nya. Oleh karena itu, kesunyian kontemplatif yang dijalani dan dialami oleh Rubiah OCD Bajawa merupakan suatu babakan baru di era generasi instan saat ini. Semua hal yang berkembang tentu saja, dipakai untuk menjalankan misi Allah yakni karya penyelamatan atas dunia ini. Kesunyian kontemplatif yang ditunjukkan oleh para Rubiah, tentunya mendorong setiap kaum beriman pada umumnya dan masyarakat Flores pada khususnya untuk melihat kesunyian itu secara praktis. Ia berada dalam suatu bagian untuk sebuah aktivitas pribadi dan mewujudkannya juga dalam kasih. Melalui doa terus menerus setiap umat beriman dipastikan juga harus memiliki senjata untuk mempertahankan spiritualitas hidupnya. Prinsipnya seluruh kesadaran akan hidup hening, sunyi, diam, tenang dan damai tidak terlepas dari kemurnian hati dalam menjaga keutuhan iman, harap dan kasih.