Abstract :
Latar Belakang : Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati. Thalasemia merupakan penyakit yang banyak
ditemukan pada anak-anak dan penderitanya tersebar diseluruh dunia. Sampai saat ni
thalasemia belum dapat disembuhkan. Transfusi darah masih merupakan terapi satusatunya
bagi pasien thalasemia
guna
mempertahankan
hemoglobin
darah.
Memenuhi
kebutuhan
dasar
anak
adalah
kewajiban
yang
harus dipenuhi
oleh
orang
dewasa
atau
orangtua,
dalam
mmenuhi
kebutuhan
asih
pada
anak
peran
orangtua
sangat penting
dalam
pemberian
terapi
transfusi
pada
anak
dengan
thalasemia
karena
anak
belum
bisa
secara
mandiri
dalam
memenuhi
kebutuhannya.
Tujuan
:
Mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan motivasi
orangtua
dalam
pemberian
terapi
transfusi
pada
anak
dengan
thalasemia
di
Rumah
Sakit
Sentra
Medika Cikarang
Tahun
2018
Metode
: Desain
dalam
penelitian
ini
adalah
Analitik
Kuantitatif
dengan
rancangan
atau penelitian cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah orangtua dari anak
penderita thalasemia di Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang dengan populasi
berjumlah 252 orang. Dengan menggunakan Rumus Lameshow didapatkan sampel
pada penelitian ini berjumlah 70 orang, dan teknik pengambilan sampel
menggunakan Accidental Sampling. Analisis data di lakukan secara univariat dan
bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan nilai signifikan alpha 5% (? = 0,05)
dengan uji continuity correction sebagai alternatif nya.
Hasil : Ada hubungan antara usia, pengetahuan, akses fasilitas kesehatan, sosial
ekonomi, konsep diri dengan motivasi orangtua dalam pemberian terapi transfusi
pada anak dengan thalasemia di Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang, didapatkan
Odds Ratio (OR) dari variabel usia adalah 5,400, variabel pengetahuan adalah 3,652,
variabel akses fasilitas kesehatan adalah 4,686, variabel sosial ekonomi adalah 3,167,
variabel konsep diri adalah 3,167.
Kesimpulan : Orangtua yang berusia dewasa awal (<35 tahun) lebih memeiliki
resiko 5,400 kali mempunyai motivasi yang kurang dalam pemberian terapi transfusi
pada anak dengan thalasemia dibandingkan dengan orangtua yang berusia desawa
akhir (?35 tahun). Orangtua dengan pengetahuan kurang memiliki resiko 3,652 kali
memiliki motivasi kurang dalam pemberian terapi transfusi pada anak dengan
thalasemia dibandingkan dengan orangtua dengan pengetahuan baik. Orangtua yang
menyatakan akses fasilitas kesehatan kurang memiliki resiko 4,686 lebih besar
memiliki motivasi yang kurang dalam pemberian terapi transfusi pada anak dengan
thalasemia dibandingkan dengan orangtua yang menyatakan akses fasilitas kesehatan
baik. Orangtua dengan penghasilan rendah memiliki resiko 3,167 lebih besar
memiliki motivasi yang kurang dalam pemberian terapi transfusi pada anak dengan
thalasemia dibandingkan dengan orangtua dengan penghasilan tinggi. Orangtua
dengan konsep diri rendah memiliki resiko 3,167 lebih besar memiliki motivasi yang
kurang dalam pemberian terapi transfusi pada anak dengan thalasemia dibandingkan
dengan orangtua dengan konsep diri baik.
Saran : Diharapkan melalui penelitian ini orangtua diharapkan dapat meningkatkan
atau mempertahankan motivasi dalam pemberian terapi transfusi pada anak dengan
thalasemia