Abstract :
Skripsi yang berjudul ?Pancer dalam Karawitan Gaya Surakarta? ini
pada dasarnya bertujuan untuk mendiskripsikan dan menjelaskan tentang
bagaimana keberadaan pancer khususnya faktor dan peran pancer dalam
karawitan gaya Surakarta. Pancer merupakan salah satu garap yang
terdapat dalam karawitan, khususnya garap balungan. Atas dasar hal
tersebut digunakan landasan teori tentang garap. Selain itu juga
digunakan teori tentang pentingnya sebuah peran ricikan dan teori tentang
kreatifitas.
Pancer dalam kehidupan masyarakat Jawa salah satunya memiliki
arti oyod lajer atau akar tunggang atau akar pokok yang mengarah lurus ke
bawah. Pancer atau oyod lajer tersebut merupakan penopang atau penguat
bagi sebuah pohon. Hal ini terdapat korelasi dengan pengertian pancer
dalam karawitan. Garap pancer adalah garap pada ricikan balungan,
khususnya saron dan demung dalam mengisi keberadaan sabetan ganjil
pada struktur balungan nibani. Fungsi isian tabuhan pancer tersebut salah
satunya adalah untuk memperkuat laya dalam sajian sebuah gending.
Garap pancer pada umumnya disajikan pada bagian Inggah gending,
gending bentuk Ketawang dan Ladrang. Hal ini dikarenakan pada bentukbentuk
gending tersebut sering dijumpai struktur balungan nibani. Secara
umum, nada yang digunakan sebagai garap pancer yaitu nada 1, 3 dan 5,
akan tetapi juga terdapat juga pancer 6. Keberadaan garap pancer 6 dalam
sebuah gending terkait dengan tindakan kreatif penyajian pancer dalam
karawitan. Sebagian besar gending, digarap dengan menggunakan nada
pancer 1, sementara nada 3 dan 5 hanya digunakan pada gending-gending
tertentu.
Penggarapan sebuah gending dengan garap pancer didasari oleh dua
faktor. Faktor pertama adalah dilatarbelakangi oleh adanya ruang pada
balungan nibani, dan faktor kedua adanya tuntutan rasa gending. Pancer
3 dan 5 memiliki peran penting dalam membangun rasa sigrak sebuah
gending. Oleh sebab itu pancer 3 dan 5 selalu disajikan untuk sajian
gending-gending tertentu. Sementara pancer 1 tidak terlalu berperan
dalam membangun rasa gending. Oleh sebab itu pancer 1 bukan
merupakan sebuah keharusan dalam sebuah sajian gending.
Garap pancer dalam kasus tertentu juga merupakan sebuah
kreatifitas dari seniman. Tindakan kreatif garap pancer dapat dilihat pada
kasus gending Lambangsari dan Majemuk. Selain menggunakan nada
pancer 1 yang biasa digunakan untuk gending-gending pada umumnya,
Inggah gending Lambangsari dan Majemuk juga digarap dengan isian nada
pancer yang bervariasi sehingga memunculkan kesan rasa yang berbeda.