Abstract :
Desertasi ini hendak membahas tentang film Etnodokumenter
sebagai bentuk karya cipta interdisiplin antara observasi partisipan etnografi
dengan mode produksi observasional dokumenter. Implementasi film etno
dokumenter memerlukan objek garapan sebagai kaidah dasar objek film yang
wajib terpaut dengan konteks budaya. Objek dari film ini adalah seni
pertunjukan musik sakral Tarawangsa, pada tradisi Ngabubur dan Ngalaksa di
warga Rancakalong. Produksi hingga penyajian film ini bertujuan menjadikan
media film sebagai wahana transformasi seni pertunjukan ke layar film.
Konsep penyutradaraan dengan perspektif emik yang berkelindan
dengan perspektif naturalistik, menjadikan kamera berperan sebagai media
pencatat kronologi peristiwa tanpa intervensi terhadap ungkapan simbol-simbol
ekspresi budaya yang merefleksikan sudut pandang masyarakat adat dalam
konteks ritual tradisi. Perpaduan antara pendekatan emik dan naturalistik
berfungsi untuk menjernihkan pemahaman objektif atas kenyataan fenomenal
dari pertunjukan musik Tarawangsa di ritual tradisi Ngabubur dan Ngalaksa.
Penerapan pendekatan itu adalah agar secara maksimal mampu mengeksplorasi
seluruh fenoma dan merepresentasikannya secara utuh serta kontekstual, sebagai
manifestasi sudut pandang masyarakat, sekaligus untuk menghambat
munculnya ketidaksadaran sikap egosentrisme dari pembuat film.
Metode produksi dan gagasan penyajian hasil cipta seni film dapat
berbeda, ini merupakan proses pemikiran kreatif seniman. Seni film memberikan
kesempatan luas untuk bereksperimentasi dalam menyajikan karya sebagai
bentuk alihwahana baru. Film ?Tarawangsa? hendak menyajikan tiga tema
sekaligus, ialah pertunjukan musik Tarawangsa, upacara tradisi Ngabubur serta
Ngalaksa dalam kebersamaan penayangan yang diproyeksikan pada tiga layar
(split screen).
Film ? Tarawangsa? tidak mengikuti kaidah konfensional penayangan
film, karena film ini mencoba mentranformasikan seni pertunjukan musik dan
tradisi ritual Ngabubur dan Ngalaksa masyarakat Rancakalong. Film ini tidak
terbelenggu pada syarat alur cerita dan pesan, penonton dapat menikmati seni
pertunjukan di layar dengan persepsi maupun apresiasi estetikanya sendiri.