Abstract :
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mengungkap eksistensi visual branding etiket batik ditinjau dari aspek
sosio historis dan desain (bentuk, fungsi, makna). Penelitian ini bertujuan
mengungkap faktor-faktor penyebab terjadinya kontestasi dan pola-pola
kontestasi selama perkembangan visual branding etiket serta implikasi
kontestasi dari tahun 1930 hingga tahun 2020. Metode pengumpulan data
menggunakan teknik studi dokumen, observasi dan wawancara
mendalam. Penelitian ini menggunakan teknik interaksi analisis data
kualitatif dengan pendekatan teori Clifford Geertz yang berkaitan dengan
karakteristik sosial budaya, kontestasi visual branding menggunakan
interaksi analisis data kualitatif dengan pendekatan teori praktik Bourdieu
serta interpretasi analisis dengan pendekatan kuasa simbolik Boudieu
yang berkaitan dengan pola-pola kontestasi. Hasil penelitian ditemukan:
1) Masyarakat Laweyan merupakan masyarakat yang mandiri, berada di
tengah-tengah masyarakat feodal, teralienasi (terasing) dari segi jenis
pekerjaan, bersifat tertutup dan lebih cenderung sebagai kampung
dagang. Eksistensi Visual branding etiket batik muncul sebagai salah satu
alat kontestasi dalam melawan dominasi perdagangan batik oleh orangorang
Tionghoa. Etiket marak digunakan dipicu oleh tidak lagi adanya
lisensi dari Cina dan keinginan orang-orang pribumi untuk menjual
sendiri produknya. Seiring maraknya produktivitas etiket juga dipicu oleh
maraknya produktivitas batik cap dengan menggunakan pewarna
kimiawi yang diproduksi oleh orang-orang Tionghoa yang berdampak
pada produksi masal batik; 2) visual branding etiket batik Laweyan
berkedudukan sebagai identitas visual untuk berkontestasi dalam arena
perbatikan baik secara head to head maupun kolektif; 3) kecenderungan
persamaan terjadi baik dalam bentuk, atikulasi visual, maupun struktur
visual yang berimplikasi pada kontestasi. Kontestasi terjadi secara samarsamar
(tidak secara terang-terangan) melalui simbol-simbol yang
ditampilkan pada etiket; 4) Pola-pola kontestasi memiliki karakteristik
pada setiap periode karena terjadi pergeseran-pergeseran cara berpikir
para agen, semula menempatkan konsep estetika Jawa sebagai
pertimbangan utama dalam penciptaan etiket beralih pada cara berpikir
yang lebih prakmatis dengan mengutamakan konsep marketing.