Institusion
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Author
Garsya, Degama Figo
Ma'wa, Nangimatul
Subject
TP155.5 Chemical plants--Design and construction
Datestamp
2023-08-04 01:01:50
Abstract :
Kebutuhan energi terus meningkat mengikuti pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor. Dikarenakan
kebutuhan BBM yang terus meningkat namun produksinya semakin menurun, maka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, transportasi, dan industri diperlukan energi alternatif. Hal tersebut menjadi perhatian banyak negara dalam pembuatan bahan bakar nabati (BBN) berupa biofuel yang salah satunya adalah bioethanol. Bioetanol pada prinsipnya adalah etanol yang diperoleh dari proses fermentasi sehingga disebut bioetanol. Bioetanol yang ingin kami kembangkan adalah bioetanol fuel-grade Generasi 2 (G2). Bioetanol G2 menggunakan bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi sehingga tidak akan bersaing dengan kebutuhan pangan dan umumnya diproduksi dari biomassa lignoselulosa, misalnya: berbagai jenis rumput; kayu lunak; limbah pertanian, limbahperkebunan; pengolahan hasil hutan; serta sampah padat kota (Robak, K. dkk., 2018). Kelebihan dari bioetanol G2 dari limbah TKKS adalah berbahan baku lignoselulosa yang murah dan melimpah. TKKS direduksi ukurannya menggunakan metode milling menggunakan hammer mill. TKKS yang sudah berukuran < 1 mm, akan dilakukan pre-treatment gabungan Steam Explosion-Delignifikasi. Setelah dilakukan pretreatment dan mendapatkan selulosa yang sudah cukup terpisah dengan lignin, maka dilakukan hidrolisis enzimatik dan fermentasi secara simultan dalam satu reaktor (SSCF). Hasil dari proses SSCF ini adalah bioetanol 94,7%. Selanjutnya dilakukan proses purifikasi untuk memisahkan bioetanol dari pengotornya. Selanjutnya, dilakukan proses dehidrasi yakni adsorpsi menggunakan molecular sieves sehingga didapatkan bioetanol fuel-grade dengan kadar 99,5%. Pabrik bioetanol dari TKKS ini didirikan di Kawasan Industri Dumai, Riau. Yang menjadi pertimbangan penentuannya adalah ketersediaan bahan baku yang amat melimpah di daerah tersebut (luas lahan kelapa sawit terluas di Riau dan terdapat banyak pabrik CPO), ketersediaan air melimpah, sumber energi listrik cukup memadai, jumlah tenaga kerja pada usia kerja memenuhi, dan dilandaskan hukum serta topologi daerah yang memadai jika dibangun pabrik di daerah tersebut. Rencana pendirian pabrik ini akan dilakukan selama 2 tahun dengan umur pabrik selama 20 tahun, dengan kapasitas 26.681.800 L/tahun. Untuk memproduksi 26.681.800 L/tahun, diperlukan operating expenditures (OPEX) sebesar Rp 199.006.470.954 dengan capital expenditures (CAPEX) sebesar Rp 858.042.943.026. Sumber dana investasi berasal dari modal sendiri sebesar 60% dan modal pinjaman 40%. Berdasarkan analisa ekonomi, Internal Rate of Return (IRR) pabrik ini sebesar 14% dengan bunga sebesar 8% per tahun dan laju inflasi 1,75%. Sedangkan untuk Pay Out Time (POT) selama 7 tahun 3 bulan dan hasil penjualan/tahun sebesar Rp 389.710.720.000. Dengan melihat aspek penilaian analisis ekonomi tersebut, maka dapat dikatakan Fuel-Grade Ethanol G2 dari Selulosa Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit ini layak untuk didirikan
========================================================================================================================
Energy needs continue to increase following economic growth, population, energy prices, and government policies to meet demand in various sectors. because the need for fuel continues to increase but its production decreases, so to meet the needs of society, transportation and industry, alternative energy is needed. This has become the concern of many countries in the manufacture of biofuels (BBN) in the form of biofuels, one of which is bioethanol. In principle, bioethanol is ethanol obtained from a fermentation process, so it is called bioethanol. The bioethanol that we want to develop is Generation 2 (G2) fuel-grade bioethanol. Bioethanol G2 uses non-consumable raw materials so it will not compete with food needs and is generally produced from lignocellulosic biomass, for example: various types of grass; softwood; agricultural waste, plantation waste; forest product processing; as well as municipal solid waste (Robak, K. et al., 2018). The advantage of bioethanol G2 from OPEFB waste is that it is made from lignocellulosic which is cheap and abundant. OPEFB is reduced in size using the milling method using a hammer mill. OPEFB which are < 1 mm in size, will be subjected to combined Steam Explosion-Delignification pre-treatment. After pretreatment and obtaining sufficiently separated cellulose from lignin, enzymatic hydrolysis and fermentation were carried out simultaneously in one reactor (SSCF). The result of this SSCF process is 94.7% bioethanol. Furthermore, a purification process is carried out to separate the bioethanol from its impurities. Next, a dehydration process, namely adsorption, is carried out using molecular sieves to obtain fuel-grade bioethanol with a content of 99.5%. The bioethanol factory from OPEFB was established in the Dumai Industrial Area, Riau. What is considered for the determination is th