Abstract :
Skripsi ini berjudul ?Pertanggung Jawaban Hukum Pelaku Usaha yang
Pailit Atas Dana Nasabah Umroh Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?.
Salah satu rukun Islam yang memerlukan banyak variabel pendukung adalah
ibadah haji dan umroh yang dinilai oleh para pelaku usaha sebagai lahan usaha
yang prospektif. Realitas pergaulan hidup antar manusia tidak lepas dari adanya
permasalahan hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Diantara
kasus yang melibatkan biro perjalanan haji dan umroh adalah PT Abu Toursyang
mengalami kepailitan. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yaitu (1)
Bagaimana Bentuk Pertanggung Jawaban Hukum Pelaku Usaha yang Pailit atas
Dana Nasabah Umroh Menurut Hukum Positif dan hukum Islam? (2) Bagaimana
persamaan dan perbedaan Bentuk Pertanggung Jawaban Hukum Pelaku Usaha
yang Pailit atas Dana Nasabah Umroh menurut Hukum Positif Hukum Islam?
Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian library research
dengan pendekatan hokum normatif. Sumber Hukum Primer diambil dari
Undang-Undang Repubulik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas yang dideskripsikan
dalam bentuk uraian kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab pelaku
usaha berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas adalah hanya sebatas jumlah saham yang dimilikinya.
Pelaku usaha tidak bertanggung jawab secara pribadi atas pengembalian dana
nasabah umroh, kecuali jika kepailitan tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian pelaku usaha dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutupi
kerugian yang timbul akibat kepailitan. Sedangkan hukum Islam menegaskan
bahwa pelaku usaha bertanggung jawab terhadap pengembalian dana nasabah
umroh. Hukum Islam memberikan kelonggaran waktu atau memberikan
penangguhan penagihan utang terhadap orang yang sedang kesulitan sampai yang
bersangkutan tersebut berkelapangan atau telah mampu untuk melunasi kewajiban
membayar utangnya