Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menjelaskan ritus Oleng Gewayo dalam
masyarakat Kolimasang, (2) menjelaskan tobat dalam ritus Gereja Katolik, dan (3)
membuat perbandingan antara tobat dalam ritus Oleng Gewayo dengan tobat dalam
ritus Gereja Katolik.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian lapangan dan studi kepustakaan. 1) Berkaitan dengan metode penelitian
lapangan, penulis hadir secara langsung di tempat penelitian untuk melakukan
wawancara dengan informan kunci. Dalam melakukan wawancara tersebut ada
beberapa langkah yang ditempuh yaitu pertama, menghubungi narasumber dan
menentukan waktu pertemuan. Kedua, mencatat dan merekam semua jawabanjawaban
yang diberikan oleh narasumber. 2) Berkaitan dengan metode
kepustakaan, penulis mempelajari dan mengambil bahan-bahan yang dapat
memperkuat tulisan ini dari kamus, buku-buku, jurnal, majalah dan dokumendokumen
serta ajaran-ajaran Gereja Katolik yang berhubungan dengan judul tulisan
ini.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ada kesamaan dan perbedaan
antara tobat dalam ritus Oleng Gewayo masyarakat Kolimasang dengan tobat dalam
ritus Gereja Katolik. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut: 1) Pandangan tentang dosa. Dalam kedua konteks tersebut, dosa dipahami
sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat terelakan dalam hidup manusia dan
menjadi penyebab putusnya hubungan atau relasi. Perbedaannya bahwa Gereja
mengartikan dosa sebagai putusnya hubungan atau relasi manusia secara pribadi
dengan Allah, sedangkan masyarakat Kolimasang mengartikan dosa sebagai
tindakan pelanggaran terhadap norma adat atau hukum adat. 2) Pandangan tentang
pertobatan. Pertobatan dalam kedua konteks sama-sama dipahami sebagai usaha
manusia untuk berbalik kepada Yang Mahatinggi dan untuk mencapai sebuah
rekonsiliasi. Perbedaannya terletak pada motivasi untuk bertobat. Dalam sakramen
tobat, motivasi untuk bertobat berasal dari dalam diri sendiri, sedangkan dalam ritus
Oleng Gewayo motivasi untuk bertobatn berasal dari hal-hal lain yang ada di laur
diri. 3) Praktek tobat. Sebagian besar praktek tobat dalam Gereja Katolik yang
terdiri dari sesal, pengakuan, penitensi dan absolusi memiliki kesesuaian dan
kesamaan makna dengan praktek tobat dalam ritus Oleng Gewayo. Hal yang
membedakannya adalah proses pelaksanaan dan simbol-simbol yang digunakan. 4)
Unsur-unsur. Unsur-unsur yang sama dan terkandung dalam kedua konteks, antara
lain: iman, kerendahan hati, pengampunan, pendamaian, menjadi manusia baru,
kebutuhan akan selamat dan nilai sakralitas. Unsur-unsur yang berbeda yakni
konteks, pandangan tentang Yang Mahatinggi dan rahasia pengakuan.