Abstract :
Latar belakang penulisan tesis ini muncul dari sebuah kesadaran serta kepedulian
seorang kakek di kampung Likanaka yang merasa prihatin dengan generasi muda zaman ini
yang perlahan-lahan kurang memaknai secara baik ritus-ritus budaya. Setelah mendengar hal
ini, penulis terinspirasi untuk menggali kembali kekayaan budaya yang telah lama kurang
mendapatkan perhatian penuh dari masyarakat. Salah satu ritus yang kurang dimaknai secara
baik oleh masyarakat Likanaka adalah ritus Ra Ndawa. Ritus Ra Ndawa merupakan ritus
awal penerimaan manusia baru yakni kelahiran seorang anak dalam keluarga. Ritus ini
berfungsi untuk mengesahkan seorang anak yang baru lahir masuk dalam persekutuan
keluarga besar.
Masyarakat Likanaka pada umumnya berkepercayaan katolik. Penghayatan iman
katolik dalam kehidupan mereka sungguh sangat mendalam. Penghayatan yang mendalam
terhadap ajaran katolik tidak membuat mereka lupa akan budaya. Justru penghayatan iman
katolik yang mendalam menghantar mereka untuk tetap melaksanakan ritus-ritus budaya
yang diwariskan kepada mereka. Hal ini dapat dilihat penggunaan pakaian adat, bahasa
daerah Ende-Lio, lagu daerah dan tarian daerah dalam perayaan Ekaristi.
Penulis melihat bahwa proses adaptasi liturgi tidak memiliki hambatan. Hal ini dapat
dilakukan karena masyarakat Ende-Lio secara umum dan masyarakat Likanaka secara khusus
terbuka terhadap proses pembaharuan yang dilakukan. Jika dilihat secara lebih jauh, proses
adaptasi liturgi di daerah Ende-Lio tidak hanya terjadi dalam lagu-lagu, tarian dan bahasa
tetapi juga ritus-ritus adat yang dapat diadaptasikan ke dalam ritus peribadatan sakramen.
Alasan inilah yang mendorong penulis untuk meneliti ritus Ra Ndawa dan membandingkan
dengan sakramen pembaptisan dalam Gereja Katolik. Penulis berusaha untuk menemukan
tradisi asli orang Ende-Lio yang barangkali dapat diadaptasikan dengan tradisi liturgi
sakramen Gereja Katolik.
Sakramen pembaptisan merupakan sakramen yang paling pertama dan utama dalam
Gereja Katolik. Dengan menerima sakramen pembaptisan seseorang akan menerima
sakramen-sakramen lainnya. Sakramen permandian menjadi pintu masuk bagi sakramen
lainnya. Ketika seseorang dibaptis ia sah menjadi anggota resmi dalam Gereja Katolik.
Melalui pembaptisan ia diterima secara baru sebagai anak Allah. Dengan demikian, ia boleh
menikmati kekayaan rahmat ilahi yang ditawarkan dalam Gereja Katolik. Ra Ndawa sebagai
ritus tradisional dapat diadaptasikan ke dalam liturgi pembaptisan. Dalam sakramen
pembaptisan, orang yang dibaptis mempercayakan diri sepenuhnya kepada Kristus. Ia
menjadi milik Kristus dan bersatu dengan-Nya. Dengan bersatu, ia menjadi orang benar di
dalam Kristus. Ketika bersatu dengan-Nya dalam pembaptisan, ia menjadi manusia baru dan
masuk ke dalam persekutuan yang terbentuk dalam diri Allah Tritunggal.
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mulai membuka diri terhadap dunia secara
khusus terhadap budaya-budaya. Dalam ensikliknya Redemtoris Missio, Paus Yohanes
Paulus II mengutip ungkapan terkenal dari pendahulunya Paus Paulus VI demikian, jurang
pemisah antara injil dan budaya merupakan skandal masa kini. Bagi Paus Paulus VI, skandal
ini akan membawa dampak negatif baik bagi kebudayaan maupun pewartaan injil. Di dalam
mewartakan iman perlu mengambil hati pendengar dengan masuk ke dalam nilai-nilai dan
pengalaman filosofis, budaya dan religiositas pendengarnya. Salah satu usaha yang mesti
dikembangkan oleh Gereja ialah dengan melakukan adaptasi dan inkulturasi dalam bidang
liturgi. Lebih lanjut Paus Yohanes Paulus II mengartikan inkulturasi sebagai sarana
transformasi nilai-nilai budaya otentik melalui integrasinya dengan Kristianitas dan
memadukan Kristianitas dalam realitas dan budaya manusia setempat. Dengan demikian, di
dalam pewartaan iman, penyesuaian dengan budaya menjadi sebuah keharusan agar
pewartaan tersebut dapat berakar dengan budaya masyarakat setempat dan dapat dihayati
oleh masyarakat pendengar dengan baik. Iman yang tidak terintegrasi ke dalam budaya
merupakan iman yang belum diterima penuh, baru berada dalam tataran pemikiran, belum
menjelma dalam penghayatan hidup nyata.
Pokok permasalahan yang menjadi titik tolak dari penelitian ini adalah apa makna
ritus Ra Ndawa? Apa makna liturgi pembaptisan anak? Apa persamaan dan perbedaan?
Apakah ritus Ra Ndawa dapat di adaptasikan ke dalam sakramen pembaptisan?
Penelitian ini dilakukan untuk beberapa tujuan. Adapun tujuan dari penelitian ini
antara lain: Pertama, penulis meneliti sejauh mana orang Likanaka mempraktikan dan
menghayati ritus Ra Ndawa ini yang bertujuan sebagai penerimaan seorang bayi menjadi
anggota keluarga. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna sakramen
pembaptisan kanak-kanak di dalam Gereja Katolik sebagai sakramen pertama yang diterima
oleh seseorang. Ketiga, dalam ritus budaya tertentu, ada barang atau benda yang menjadi
simbol. Simbol-simbol yang digunakan tersebut memiliki m