Abstract :
Sesuai dengan data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
menunjukkan masih tingginya AKI yaitu 111,16 per 100.000 KH dengan 619
kasus dan AKB sebesar 10 per 1.000 KH dengan 4013 kasus. Sementara hasil
capaian SPM Kesehatan tentang pelayanan ibu dan bayi adalah 98,58%dan
93,05%. Seharusnya dengan cakupan pemeriksaan pada ibu hamil yang sudah
cukup tinggi, bisa menurunkan AKI dan AKB. Ditambah lagi berubahnya struktur
kelembagaan dimana RS akan dibawah Dinas Kesehatan berbentuk Unit
Pelakasana Teknis Dinas (UPTD) seperti halnya Puskesmas, yang sampai saat
ini masih belum dilaksanakan oleh RS. Sedangakn AKI dan AKB tertinggi terjadi
di RS. Isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif sehingga dapat
mencapai tujuan kebijakan, yaitu komunikasi berkenaan dengan bagaimana
Permenkes 43/2016 tentang SPM Bidang Kesehatan dikomunikasikan. Sumber
daya berkenaan dengan ketersediaan, khususnya sumber daya manusia dan
pendanaan. Disposisi pengangkatan pejabat implementor, dan struktur birokrasi
berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara
kebijakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara
komprehensif tentang: (1) proses implementasi Permenkes 43/2016 tentang
SPM Bidang Kesehatan di Biro Pemotda Dan Kerjasama Setda Provinsi Jawa
Tengah selaku koordinator pelaksanaan SPM di daerah; dan (2) mengetahui
yang menjadi faktor pendukung dan penghambat implementasi Permenkes
43/2016 tentang SPM Bidang Kesehatan. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, jenis penelitian studi kasus dan analisis Model Interaktif dari Miles,
Huberman dan Saldana, data hasil penelitian diverifikasi dengan model
implementasi Edward III.
Kesimpulan, Pertama: proses implementasi Permenkes 43/2016 tentang SPM
Bidang Kesehatan di Biro Pemotda Dan Kerjasama Setda Provinsi Jawa Tengah
belum berjalan dengan baik. Berdasarkan faktor penentu keberhasilan
implementasi kebijakan dengan menggunakan model implementasi Edward III,
diperoleh kesimpulan bahwa faktor dominan yang menyebabkan proses
implementasi tersebut belum berjalan dengan baik adalah kekurangan
sumberdaya, lemahnya komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi. Kedua:
implementasi Permenkes 43/2016 tentang SPM Bidang Kesehatan hanya
didukung oleh dua faktor, yaitu: (a) kewenangan pada faktor sumber daya; dan
(b) adanya konsekuensi reward dan punishment pada faktor disposisi. Saran
untuk penelitian ini adalah: (1) Penyusunan Tim Koordinasi dan Tim Teknis
Penerapan Pencapaian SPM Bidang Kesehatan; (2) Penyusunan Profil SPM dan
Pemetaan potensi daerah sebagai data dasar dan kondisi awal dalam
pencapaian SPM bidang kesehatan; (3) Penyusunan Rencana Aksi Daerah
Percepatan Pencapaian SPM; (4) Pengangkatan pejabat pengkoordinasi
pelaksanaan SPM kesehatan harus sesuai kompetensi teknis pengampu
SPMmelalui mekanisme analisis beban kerja; dan (5) Reformasi dalam sistem
koordinasi pelaksanaan penerapan dan pencapaian SPM bidang kesehatan
dengan penyusunan SOP pengkoordinasian dan pelaksanaan SPM kesehatan.