Abstract :
Tesis ini menganalisa mengenai Tinjauan Yuridis Akta Notaris yang Mencantumkan Kehendak Para Pihak Terkait Syarat Batal AKta. Metode penulisan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan Perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Manfaat yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran dan solusi di dalam ruang lingkup pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan dunia kenotariatan pada khususnya serta para penegak hukum (hakim), notaris dan masyarakat yang terkait dengan akta notaris yang mencantumkan kehendak para pihak terkait syarat batal akta.
Ketentuan antara Pasal 1266 KUH Perdata dengan Pasal 16 ayat (9) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tersebut ditemukan adanya konflik norma yaitu dalam Pasal 1266 KUH Perdata, syarat batal harus ada di dalam suatu perjanjian timbal balik walaupun tidak ditulis di dalamnya. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 hanya menyebutkan bahwa akta yang dibuat apabila tidak memenuhi unsur-unsur akta notaris yang salah satunya contohnya terkait pembacaan akta sehingga akta tersebut menjadi akta di bawah tangan (Pasal 16 ayat (9) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014). Tidak ada yang menguraikan lebih jelas lagi mengenai apakah syarat batal dalam akta notaris dapat mengakibatkan akta tersebut dapat dibatalkan atau apakah para pihak mempunyai kewenangan untuk membatalkan akta notaris. Padahal pembatalan suatu akta notaris harus dinyatakan dengan penetapan pengadilan walaupun memang atas dasar permohonan para pihak. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1266 KUH Perdata. Berdasarkan uraian tersebut masih terdapat suatu problem bilamana akta tersebut dibatalkan oleh para pihak tanpa ada penetapan dari pengadilan karena adanya syarat batal.
Kedudukan akta notaris yang mencantumkan syarat batal akta tetap menjadi akta otentik dan mengikat para pihak selama akta tersebut belum dinyatakan batal oleh pengadilan walaupun isi dari akta tersebut telah dibatalkan oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Dan apabila karena pembatalan akta tersebut menimbulkan kerugian bagi para pihak maupun pihak ketiga maka notaris yang memiliki kewenangan untuk memberikan penyuluhan hukum
vi
sebagaimana Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 harus memberikan tanggung jawabnya atas hal tersebut.
Akibat hukum terhadap pelaksanaan akta perjanjian jual beli yang mencantumkan syarat batal bagi para pihak adalah isi perjanjian termasuk syarat batal yang tercantum dalam akta tetap mengikat para pihak dan harus dilaksanakan oleh para pihak. Sedangkan apabila dibatalkan, berarti tidak ada kewajiban para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut karena tidak terpenuhinya prestasi dari perjanjian itu. Sedangkan akta notaris yang merupakan akta otentik harus dibatalkan melalui pengadilan, tanpa melalui pengadilan maka akta tersebut tetap menjadi akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna walaupun isi akta tersebut telah dibatalkan sendiri oleh para pihak. Apabila suatu hari nanti terjadi sengketa, akta tersebut dapat menjadi alat bukti yang sempurna maka hakim harus menilai kebenaran yang ada dalam akta tanpa diperlukan alat bukti lain. Sehingga apabila hal tersebut terjadi maka kepastian hukum yang seharusnya diperoleh oleh para pihak tidak dapat dicapai dan diwujudkan.