DETAIL DOCUMENT
Yurisdiksi Kriminal Terhadap Peristiwa Armed Robbery Kapal Anand 12 Oleh Kelompok Abu Sayyaf Di Laut Teritorial Filipina Berdasarkan Hukum Laut Internasional
Total View This Week0
Institusion
Universitas Brawijaya
Author
Admi, Rangga Rio
Subject
341.45 High seas 
Datestamp
2021-10-22 07:09:26 
Abstract :
Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan Yurisdiksi Kriminal Terhadap Peristiwa Armed Robbery Kapal Anand 12 Oleh Kelompok Abu Sayyaf Di Laut Teritorial Filipina Berdasarkan Hukum Laut Internasional. Pilihan tema ini dilatarbelakangi oleh adanya peristiwa Armed Robbery terhadap kapal Anand 12 yang berbendera Indonesia disertai penyanderaan awak kapal tersebut oleh kelompok Abu Sayyaf. Pada peristiwa tersebut Indonesia memiliki keinginan untuk terlibat dalam proses pembebasan awak kapal tersebut sebagai bentuk upaya menerapkan yurisdiksi kriminal terhadap kerugian atas tindak kejahatan yang dialami warga negaranya di wilayah negara Filipina. Hanya saja Filipina melarang keinginan Indonesia dengan didasari pada konstitusi negara Filipina. Berdasarkan hal tersebut di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apakah tindakan Filipina yang melarang tindakan Negara Bendera Kapal untuk menerapkan yurisdiksi kriminal terhadap peristiwa Armed Robbery kapal Anand 12 sesuai dengan ketentuan Hukum Laut Internasional? (2) Apa langkah yang dapat dilakukan oleh Negara Bendera Kapal untuk memberikan perlindungan kepada kapal dan awak kapalnya agar tidak menjadi target tindakan Armed Robbery ketika berlayar di wilayah perairan negara lain? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum, primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis melalui interpretasi atau penafsiran terhadap makna aturan hukum oada pasal-pasal Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa tindakan larangan Filipina sesuai Konstitusi Filipina 1987 pada Bab XVIII pasal 25 terhadap keinginan Indonesia yang didasari prinsip nasional pasif untuk menerapkan yurisdiksi kriminal melindungi warga negaranya yang mengalami tindakan Armed Robbery sudah benar, ini dipertegas oleh norma yang berlaku pada pada pasal 27 ayat 1 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 bahwa yurisdiksi kriminal Filipina sebagai Negara Pantai dapat berlaku ketika suatu akibat dari kejahatan tersebut dirasakan di negara Filipina. Hanya saja Indonesia masih memiliki kesempatan untuk terlibat dengan cara membuat perjanjian dengan Filipina yang disetujui oleh Senat pemerintah Filipina dan diratifikasi oleh mayoritas suara yang diberikan oleh orang-orang pada referendum nasional Filipina sesuai dengan penjelasan pada Konstitusi Filipina 1987 pada Bab XVIII pasal 25. Sedangkan langkah yang dapat dilakukan oleh Indonesia sebagai Negara Bendera Kapal untuk memberikan perlindungan kepada kapal dan x awak kapalnya agar tidak menjadi target tindak kejahatan Armed Robbery ketika berlayar yaitu berupa upaya kerjasama multilateral Indonesia dengan negara-negara di regional Asia Tenggara yang menjadi bagian ASEAN, upaya kerjasama trilateral Indonesia dengan Filipina dan Malaysia terkait pengamanan maritim ketiga negara, dan upaya peningkatan pengamanan terhadap kapal berbendera Indonesia oleh pemerintah Indonesia. 
Institution Info

Universitas Brawijaya