Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena lingkaran
keterbatasan infrastruktur di Kepulauan Sumenep Madura yang disebabkan
masalah lokasi yang terpencil dan moral hazard stakeholder (pemerintah,
swasta, dan masyarakat). Selain itu, penelitian ini juga akan mengungkap peran
kearifan lokal masyarakat di kepulauan terpencil dalam memenuhi kebutuhan
infrastruktur yang selama ini tidak dapat disediakan oleh pemerintah dan swasta.
Secara teoris hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan
melengkapi khasanah ilmu pengetahuan di bidang pembangunan ekonomi
terutama terkait dengan teori moral dan pilihan rasional, teori keagenan, dan
teori ekonomi kelembagaan aspek modal sosial dan tindakan kolektif, sehingga
bermanfaat bagi para akademisi dan praktisi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik triangulasi.
Peneliti terlibat langsung dalam fenomena yang diteliti, sehingga diperoleh
informasi yang sesuai dengan keunikan obyek yang diteliti, dengan kebenaran
makna sesuai dengan intrepretasi dan pemahaman para pelakunya (emic).
Informan awal dipilih berdasarkan purposive sampling dan selanjutnya snow ball
sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika pembangunan infrastruktur di
Kepulauan Sumenep diwarnai oleh fenomena lingkaran keterbatasan
infrastruktur yang disebabkan oleh masalah lokasi yang terpencil dan moral
hazard stakeholder (pemerintah, swasta, dan masyarakat). Sesuai teori
keagenan, semua stakeholder ketika berperan sebagai agent cenderung
melakukan moral hazard. Kedua masalah tersebut telah menyebabkan
pemerintah dan swasta tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga semua
kebijakan pembangunan infrastruktur yang telah diterapkan pemerintah tidak
dapat menjangkau wilayah kepulauan yang terpencil. Sesuai dengan teori modal
sosial, ketika pemerintah dan swasta tidak dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, maka masyarakat di kepulauan terpencil terdorong untuk memanfaatkan
modal sosial (kearifan lokal) yang mereka miliki untuk memfasilitasi tindakan
kolektif gotong royong, dalam rangka memenuhi kebutuhan infrastruktur yang
selama ini tidak dapat disediakan oleh pemerintah dan swasta. Modal sosial
masyarakat Kepulauan Sumenep bersumber dari norma Agama (Islam) dan
norma budaya (Suku Bugis dan Madura).
Dengan demikian, direkomendasikan kepada pemerintah agar
melaksanakan pembangunan infrastruktur di kepulauan terpencil secara terpadu
dan berkelanjutan, dengan komitmen moral yang kuat. Selain itu, pemerintah
juga direkomendasikan untuk memfasilitasi tindakan kolektif gotong royong
masyarakat pada penyediaan infrastruktur yang tidak dapat disediakan oleh
pemerintah.