Abstract :
Konflik yang sering terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh karena tak jarang
pengusaha yang tidak melaksanakan hak-hak pekerja/buruh yang tertuang pada
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satu faktor adanya perselisihan yaitu
timbulnya mogok kerja pasti didahului oleh dengan adanya perbedaan tafsir antara
buruh dengan pengusaha yang menimbulkan perselisihan. Timbul perselisihan
mengenai mogok kerja sah dan tidak sah. Hal ini sangat penting karena berlakunya
pasal 144 Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut telah didukung oleh sanksi pidana
pada pasal 187 Undang-Undang Ketenagakerjaan melalui Pengadilan Negeri. Sehingga
terjadi kekaburan mengenai kewenangan lembaga yang berhak memberikan putusan
keabsahan mogok kerja tersebut. Pada dasarnya perlu analisis atau di kaji dengan
menggunakan penelitian hukum dengan menggunakan perundang-undangan (statute
approach). Penelitian yang dapat disimpulkan bahwa dalam 144 Undang-Undang
Ketenagakerjaan melarang pengusaha: (a) mengganti pekerja dari luar perusahaan, (b)
memberikan sanksi pidana atau tindakan balas dendam terhadap pekerja. Apabila
mogok kerja yang dilakukan sah, maka pengusaha tidak diancam sanksi pidana tetapi
apabila tidak sah maka, pengusaha diancam pidana pada pasal 187 Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Adanya perselisihan dalam hubungan kerja harus diputus terlebih
dahulu oleh Pengadilan Hubungan Industrial sesuai kewengan absolut yang dimiliki
oleh Pengadilan Hubungan Industrial dalam memberikan putusan keabsahan mogok
kerja.