Abstract :
Ergonomi adalah ilmu untuk merancang kesesuaian antara pekerja dengan tugas kerja, peralatan,
dan tempat kerja. Tujuannya untuk mencapai kondisi yang aman dan nyaman bagi pekerja
sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Industri manufaktur
merupakan industri yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian Indonesia. Proses yang
terjadi di dalam industri tersebut melibatkan interaksi antara manusia dan mesin yang dapat
menyebabkan pekerja terpapar pada faktor risiko ergonomis. Cedera yang timbul akibat akumulasi
paparan risiko ergonomis disebut dengan cumulative trauma disorder (CTD). Saat ini di Indonesia
aspek ergonomis belum banyak diperhatikan dan belum banyak perusahaan yang memiliki data
mengenai cedera muskuloskeletal. Untuk mencegah terjadinya cedera muskuloskeletal pada
pekerja perlu dilakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko ergonomi di lingkungan kerja.
Penilaian faktor risiko ergonomi dapat dilakukan antara lain dengan Ovako Work Assessment
System (OWAS), Quick Exposure Checklist (QEC) dan Rapid Entire Body Assessmen (REBA).
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan pada 2 jenis pekerjaan yaitu metal forming
(pembentukan logam) dan assembling (perakitan) di industri manufaktur pesawat terbang,
diketahui kedua jenis pekerjaan tersebut memiliki tingkat risiko ergonomis rata-rata yang sama.
Skor risiko rata-rata menggunakan metode REBA adalah 5 sedangkan berdasarkan OWAS adalah
2, yang menunjukkan tingkat risiko kategori sedang. Penilaian dengan QEC menunjukkan paparan
pada punggung termasuk kategori tinggi (skor rata-rata 24) dan pada leher termasuk kategori
sangat tinggi (skor rata-rata 15).
Pada pekerja metal forming keluhan musculoskeletal paling banyak dirasakan pada leher,
punggung bawah, pinggang, dan pergelangan tangan sedangkan pada pekerja assembling keluhan
paling banyak dirasakan pada punggung bawah, pergelangan tangan, tangan, dan leher. Hal
tersebut berkaitan dengan postur kerja yang janggal yaitu leher yang menunduk, punggung yang
membungkuk, gerakan berulang, deviasi pergelangan tangan, dan postur statis. Pada penelitian ini
umur berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal (p<0.05). Pekerja dengan usia di atas 30 tahun
merasakan keluhan musculoskeletal lebih sedikit dibanding pekerja berusia di bawah 30 tahun. Hal
tersebut dapat disebabkan karena pekerja berusia di atas 30 tahun lebih berpengalaman mengatur
ritme kerja, mengetahui cara menggunakan peralatan dengan benar, dan memiliki pengetahuan
lebih baik mengenai tugas yang dikerjakan. Pada penelitian ini, tidak terdapat perbedaan keluhan
musculoskeletal pada kategori masa kerja dan jam kerja (p>0.05).
Hasil penilaian risiko ergonomis menunjukkan perlunya dilakukan upaya perbaikan baik pada
aspek fisik maupun administratif. Perbaikan pada aspek fisik meliputi postur tubuh yang netral
selama bekerja, teknik menggunakan alat dengan benar, pengaturan waktu istirahat, dan olahraga.
Dalam aspek administratif, upaya perbaikan dapat dilakukan melalui evaluasi risiko secara
berkala, sosialisasi pentingnya aspek ergonomi, pelatihan, dan pemeriksaan kesehatan rutin.
Kata kunci: CTD, ergonomi, industri manufaktur, OWAS, REBA, QEC