DETAIL DOCUMENT
ANALISIS ASPEK ERGONOMI PADA PEKERJA INDUSTRI MANUFAKTUR PENERBANGAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN CUMULATIVE TRAUMA DISORDER
Total View This Week0
Institusion
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Author
Meilani, Sophia Shanti
Subject
Teknik Lingkungan 
Datestamp
2021-09-06 07:49:03 
Abstract :
Ergonomi adalah ilmu untuk merancang kesesuaian antara pekerja dengan tugas kerja, peralatan, dan tempat kerja. Tujuannya untuk mencapai kondisi yang aman dan nyaman bagi pekerja sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Industri manufaktur merupakan industri yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian Indonesia. Proses yang terjadi di dalam industri tersebut melibatkan interaksi antara manusia dan mesin yang dapat menyebabkan pekerja terpapar pada faktor risiko ergonomis. Cedera yang timbul akibat akumulasi paparan risiko ergonomis disebut dengan cumulative trauma disorder (CTD). Saat ini di Indonesia aspek ergonomis belum banyak diperhatikan dan belum banyak perusahaan yang memiliki data mengenai cedera muskuloskeletal. Untuk mencegah terjadinya cedera muskuloskeletal pada pekerja perlu dilakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko ergonomi di lingkungan kerja. Penilaian faktor risiko ergonomi dapat dilakukan antara lain dengan Ovako Work Assessment System (OWAS), Quick Exposure Checklist (QEC) dan Rapid Entire Body Assessmen (REBA). Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan pada 2 jenis pekerjaan yaitu metal forming (pembentukan logam) dan assembling (perakitan) di industri manufaktur pesawat terbang, diketahui kedua jenis pekerjaan tersebut memiliki tingkat risiko ergonomis rata-rata yang sama. Skor risiko rata-rata menggunakan metode REBA adalah 5 sedangkan berdasarkan OWAS adalah 2, yang menunjukkan tingkat risiko kategori sedang. Penilaian dengan QEC menunjukkan paparan pada punggung termasuk kategori tinggi (skor rata-rata 24) dan pada leher termasuk kategori sangat tinggi (skor rata-rata 15). Pada pekerja metal forming keluhan musculoskeletal paling banyak dirasakan pada leher, punggung bawah, pinggang, dan pergelangan tangan sedangkan pada pekerja assembling keluhan paling banyak dirasakan pada punggung bawah, pergelangan tangan, tangan, dan leher. Hal tersebut berkaitan dengan postur kerja yang janggal yaitu leher yang menunduk, punggung yang membungkuk, gerakan berulang, deviasi pergelangan tangan, dan postur statis. Pada penelitian ini umur berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal (p<0.05). Pekerja dengan usia di atas 30 tahun merasakan keluhan musculoskeletal lebih sedikit dibanding pekerja berusia di bawah 30 tahun. Hal tersebut dapat disebabkan karena pekerja berusia di atas 30 tahun lebih berpengalaman mengatur ritme kerja, mengetahui cara menggunakan peralatan dengan benar, dan memiliki pengetahuan lebih baik mengenai tugas yang dikerjakan. Pada penelitian ini, tidak terdapat perbedaan keluhan musculoskeletal pada kategori masa kerja dan jam kerja (p>0.05). Hasil penilaian risiko ergonomis menunjukkan perlunya dilakukan upaya perbaikan baik pada aspek fisik maupun administratif. Perbaikan pada aspek fisik meliputi postur tubuh yang netral selama bekerja, teknik menggunakan alat dengan benar, pengaturan waktu istirahat, dan olahraga. Dalam aspek administratif, upaya perbaikan dapat dilakukan melalui evaluasi risiko secara berkala, sosialisasi pentingnya aspek ergonomi, pelatihan, dan pemeriksaan kesehatan rutin. Kata kunci: CTD, ergonomi, industri manufaktur, OWAS, REBA, QEC 

File :
Tesis s2.pdf
Institution Info

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya