Abstract :
Kebakaran hutan dalam skala luas menjadi kebiasaan tahunan di Propinsi
Riau. Disebut demikian karena kebakaran yang menimbulkan asap tebal dan
menganggu itu teijadi tiap musim tanam dan musim kering. Dalam kasus
kebakaran hutan, faktor angin memang membantu tersebarnya api, tetapi pada
umumnya api tidak akan tersebar jika tidak ada yang mulai membakar.
Pembakaran inilah yang menjadi embrio terjadinya asap. Diduga pembakaran
hutan banyak terjadi didalam wilayah hutan yang dikelola oleh perusahaan?perusahaan pemegang HPH Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan
permasalahan, yaitu apakah pembakaran hutan yang mengakibatkan asap sebagai
tindak pidana lingkungan hidup dan bagaimana pertanggungjawaban pidana
pelaku pembakaran hutan yang mengakibatkan asap.
Metode penulisan yang digunakan yang digunakan dalarn skripsi ini
adalah pendekatan masalah secara yuridis normatif Sumber bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum sekunder sedangkan metode pengumpulan bahan
huk.llm adalah dengan menggunakan metode studi literatur. Dalam melakukan
analisa bahan hukum maka metode yang digunakan adalah secara analisis
deskriptis k.llalitatif, sedangkan cara menarik kesimpulan menggunakan metode
berpikir deduktif
Kesimpulan yang dapat diambil adalah perbuatan pembakaran hutan yang
dilakukan oleh perorangan ataupun badan hukum yang mengakibatkan teijadinya
asap dan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi lingkungan hidup berupa
pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Merupakan perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia sehingga pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana dan
pertanggungjawaban pidana pelaku pembakaran hutan yang mengakibatkan
terjadinya asap menggunakan strict liability karena mengakibatkan terjadinya
gangguan ketertiban umum. Apabila dilakukan perorangan maka berlaku
ketentuan dalam pasal 41 ayat (1) dan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dimana dapat berupa pidana penjara
dan denda. Sedangkan apabila tindak pidana dilakukan oleh badan hukum maka
yang bertanggung jawab adalah pengurus dari badan hokum tersebut, terhadap
badan hokum dapat pula dikenakan sanksi tata tertib sebagaimana diatur dalam
pasal 47 UUPLH. Untuk itu diperlukan sosialisasi (penyuluhan) hukum kepada
masyarakat, terutama peraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan
kewajiban, serta batas-batas pemanfaatan sumber daya alam yang ada secara arif
dan bijaksana serta diperlukan kejelian dan kecermatan dari aparat penegak
hukum baik polisi, jaksa maupun hakim dalam hal pembuktian perkara-perkara
pencemaran dan atau perusak lingkungan hidup. Aparat penegak hokum harus
bekerja sama dengan berbagai pihak yang berkomponen mengenai masalah-masalah lingkungan, berkaitan dengan saksi ahli keterangan ahli sebagai alat
bukti dipersidangan.