DETAIL DOCUMENT
Gugatan Perceraian Dengan Putusan Verstek Analisis Perkara Nomor 57/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Tim
Total View This Week0
Institusion
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Author
Cindy, Nama Livia
Subject
Hukum Perdata 
Datestamp
2021-04-20 01:43:31 
Abstract :
Latar belakang masalah ini adalah isteri yang menggugat cerai suami ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dikarenakan penggugat dan tergugat sering cekcok dalam rumah tangganya. Setelah perceraian tersebut didaftarkan, Majelis Hakim kemudian menetapkan waktu pemanggilan para pihak untuk menghadiri sidang. Namun setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tergugat tidak menghadiri persidangan tanpa alasan dan tidak pula mengirimkan wakilnya, sehingga Majelis Hakim menjatuhkan putusan verstek atas perceraian mereka. Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah apakah tata cara pemanggilan tergugat telah sesuai dengan hukum acara yang berlaku? Dan bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut secara verstek. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif yaitu menggunakan bahan pustaka dengan cara pendekatan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Berdasarkan Basil Penelitian maka tata cara pemanggilan tergugat dalam perkara perceraian di Pengadilan Jakarta Timur atas perkara Nomor 57/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Tim tersebut telah tidak sesuai dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam acara perdata pada umumnya yaitu minimal 7 (tujuh) hari maksimal 14 (empat belas) hari kerja sehingga hukum acara perdata di Indonsia belum ditegakkan sebagaimana layaknya dan dalam hal ini hakim hanya dapat membuktikan pemanggilan tergugat yang tidak pernah menghadiri persidangan saja, bukan karena membuktikan bahwa benar adanya percekcokan yang terjadi terus-menerus dalam rumah tangga mereka. (Saran) Dalam menyelesaikan sengketa, hakim seharusnya dapat mewujudkan penyelesaian sengketa bemuansa moral justice tidak hanya sekedar legal justice, yaitu hakim dalam memberikan keputusan tidak hanya semata-mata terpaku pada ketentuan hukum perundang-undangan yang ada, namu hakim juga memperhatikan aspek hukum agruna yang dianut oleh para pihak, khususnya yang agrunanya melarang keras perceraian, kecuali oleh kematian. Hakim juga lebih mengedepankan proses mediasi yang harus dihadiri oleh para pihak sehingga perkawinan tidak semudah itu berakhir hanya karena salah satu pihak tidak datang dalam persidangan. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 harus lebih memperhatikan nilai-nilai dinamika yang berkembang dalam masyarakat dalam membuat peraturan untuk lebih mempersulit teijadinya proses perceraian. Kata Kunci : Perkawinan, Perselisihan dalam rumabtangga, Gugatan, Putusan Verstek 
Institution Info

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya